
Bandung, metromedia.id – Fenomenal kemacetan menyelimuti aktivitas masyarakat di Bandung Raya.
Hampir setiap hari. Mereka harus berkutat dengan kemacetan yang tak kunjung ada solusi. Antrean panjang kendaraan makin banyak terjadi di setiap sudut Bandung Raya.
Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat A Koswara menyebutkan, melihat jumlah kendaraan pada satu segmen jalan dalam satu waktu atau V/C Ratio di Bandung Raya, saat ini sudah menyentuh angka 40 persen.
Angka itu, menurut Koswara termasuk sangat padat. Bahkan diproyeksikan, pada tahun 2035 nanti V/C Ratio Bandung Raya mencapai puncaknya, yakni 100 persen jika tidak ada perubahan yang dilakukan untuk mengurangi kemacetan.

“Kemacetan lalulintas ini ukuran yang pertama dari kinerja jalan. Kinerja jalan di Bandung Raya kondisi biasanya itu V/C Ratio 40%, diproyeksikan sampai 2035 apabila tidak dilakukan perubahan itu sampai 100%,” ungkap Koswara, Sabtu (21/10/2023), seraya menegaskan, stuck merah semua, 40% saja kalau ada gangguan itu bisa macet total. Ini menggambarkan kapasitas daya tampung kendaraan, kalau sudah 100% itu penuh semua.
Dipaparkan, sejak tahun 2019 lalu bank dunia bahkan telah meminta adanya perubahan pola transportasi di Bandung Raya. Saat itu, transportasi Bandung Raya diintervensi harus dialihkan dari kendaraan pribadi ke angkutan massal.
“Menurut bank dunia tahun 2019 itu sudah diidentifikasi itu maka program perencanaan sudah cukup panjang, kalau tidak dilakukan intervensi ke angkutan massal dan sangat susah membangun jalan, maka harus diubah ke angkutan massal,” tukasnya.
Selain dari faktor V/C Ratio, kemacetan di Bandung Raya juga dilihat dari modal share angkutan umum yang saat ini baru ada di angka 13 persen. Itu artinya, 87 persen lainnya masih menggunakan kendaraan pribadi yang sehari-hari memadati jalanan.
“Dan dari 87% itu, hampir 70% roda dua,” tegasnya.
Karena itu, menurutnya pemerintah saat ini terus berupaya mengajak masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Tujuannya tak lain untuk mengurangi kemacetan yang dampaknya selain ke ekonomi juga mencemari lingkungan.
“Potensi perubahan berkendara ke angkutan umum harusnya bisa menyasar roda dua itu. Kalau disuruh masuk ke angkutan umum, maka kurang lebih bisa beralih dari 16 juta kendaraan itu masuk ke angkutan umum,” pungkasnya.
Penulis: H. Gamal Hhaitu