Bogor, metromedia.id – Himpunan Petani dan Pengusaha Eksportir Kayu Ramin Nasional (HIPPERNAS) belum lama ini menggelar Kongres yang pertama kali pada Jum’at, 29 Maret 2024 di wilayah Bojong Gede kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kongres yang dimotori oleh perwakilan perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan kayu ramin, antara lain; PT. Arka Global Mandiri, PT. DY Herbal Indonesia, PT. Sinar Timur dan CV. Sahabat Alam Kalimantan, berlangsung di Aula Kantor PT. Arka Global.
Rangkaian acara Kongres diawali dengan pembukaan dan dilanjutkan dengan pembacaan deklarasi pembentukan organisasi HIPPERNAS yang dipimpin langsung oleh Deden Bahtiar Rifa’i, S.Pd., M.Si.
Deklarasi tersebut adalah komitmen para pengusaha dan petani untuk berhimpun dalam suatu wadah demi kemajuan.
Sebagai deklarator, Kang Deden, sapaan akrab Deden Bahtiar Rifa’i. S.Pd., M.Si, menuturkan bahwa tujuan dibentuknya HIPPERNAS adalah guna dapat memberikan manfaat untuk kemajuan ekonomi petani dan sebagai media komunikasi antar pengusaha dan institusi pemerintah.
Menurut Kang Deden, keberadaan HIPPERNAS sudah bertengger di seantero Nusantara.
Kongres tersebut mengusung tema “Menuju Indonesia Maju dan Berdaya Saing”.
Pada sesi acara inti, rapat pleno dibagi ke dalam sidang-sidang komisi dan sidang paripurna.
Kongres pertama ini menetapkan sejumlah rekomendasi dan memilih Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP).
Pada kesempatan sakral itu, semua peserta kongres secara aklamasi memilih Kang Deden sebagai ketua umum masa bakti 2024-2029.
Dalam sambutannya, Kang Deden mengajak seluruh stakeholder usaha kayu ramin untuk saling bersinergi dalam pemanfaatan kuota yang diberikan pemerintah.
Sebagai figur yang didaulat menjadi orang nomor satu di HIPPERNAS, kang Deden berjanji akan segera berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mensosialisasikan HIPPERNAS dan segera menyusun kepengurusan.
Selayang Pandang
Mari mengenal ramin, tumbuhan kayu komersial yang menjadi primadona dalam dunia perdagangan kayu.
Ramin berasal dari marga Gonystyus. Di daerah, pohon ini warga beri nama gaharu buaya (Serawak Malaysia Timur, Sumatra dan Kalimantan), medang keladi (Kalimantan) ramin, melawis, ramin telur (Paninsular Malaysia).
Jenis ini banyak tumbuh di daerah Paninsular (Malaysia) bagian Tenggara, Sumatra bagian Timur dan Selatan, Kalimantan bagian Barat, dan Tengah serta di daerah Serawak (Makaysia Bagian Timur).
Dalam Jurnal Biologi Indonesia, disebutkan negara penghasil kayu ramin yang potensial saat ini hanya Indonesia dan Malaysia.
Persebaran Ramin
Ramin adalah jenis pohon endemik komersial, penyebaran alaminya terbatas pada hutan rawa gambut.
Di Indonesia, ramin hanya tumbuh di hutan gambut dan tersebar secara mengelompok di wilayah pulau Sumatra dan Kalimantan.
Berdasarkan beberapa sumber tulisan ilmiah, penyebaran dan pertumbuhan ramin pada hutan rawa gambut sangat terpengaruh oleh ketebalan gambut.
Ciri-Ciri dan Morfologi Ramin
Pohon ramin dapat tumbuh dengan baik pada kedalaman lebih dari 500 cm atau paling tidak dt atas 120 cm.
Secara morfologi, ramin merupakan pohon yang selalu menghijau dan membutuhkan banyak cahaya, sementara permudaan (fase vegetatifnya) membutuhkan naungan yang sedang.
Bentuk daun ramin bulat telur dan ujungnya berlipat, tulang daun banyak tetapi tidak nyata.
Buah ramin selalu pecah tiga bila merekah.
Batang ramin umumnya lurus dan tingginya dapat mencapai 40-45 meter, tinggi batang bebas dengan cabang mencapai 20-30 meter tanpa banir.
Kunggulan dari ramin adalah kayunya berwarna keputihan dengan corak yang khas.
Keunikan ini membuat ramin bernilai sangat tinggi.
Warga mengolah pohon ini sebagai kayu kabinet dekoratif, mebel, interior, pembuatan venir, kayu lapis, dan lain-lain. Selain keunggulan kayunya, getah ramin juga awam gunakan sebagai pewangi dupa atau kemenyan.
Kayu Ramin dan Hutan Rawa Gambut
Ramin merupakan salah satu kayu ekspor utama Asia Tenggara. Indonesia merupakan pengekspor terbesar, disusul Malaysia.
Negara-negara Eropa merupakan pengimpor utama kayu ramin.
Sayangnya hutan rawa gambut di Indonesia banyak mengalami kerusakan, karena telah berubah menjadi lahan terbuka.
Hal ini pun berdampak langsung terhadap keberadaan ramin yang semakin langka di alam.
Seperti halnya dengan jenis kayu komersil lainnya, kayu ramin telah banyak tereksploitasi.
Tingginya harga jual dan besarnya kebutuhan pasar terhadap jenis kayu ini ternyata membuat maraknya kegiatan penebangan di kawasan hutan rawa gambut.
Illegal Logging Kayu Ramin
Sejak tahun 1998 aktivitas Illegal logging telah teridentifikasi menjadi semakin marak dan kayu ramin menjadi salah satu kayu terpopuler yang menjadi incaran para penebang di Sumatera dan Kalimantan.
Bahkan pada tahun 1999, aktivitas illegal logging di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting volume penebangan ilegal kayu ramin mencapai 5.000 m3 setiap minggunya (dilansir dari tulisan ilmiah pada laman fwi.or.id).
Pada tahun 2004, kayu ramin masuk dalam appendix II dari CITES. Apendix II artinya perdagangan kayu ramin harus diatur dan diawasi secara ketat tidak hanya oleh negara penghasil tetapi juga oleh seluruh negara anggota CITES.
Reporter: Firdaus
Editor: H. Gamal Hehaitu