Jakarta, metromedia.id – Ketua Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta Iman Satria mengaku menerima sejumlah keluhan dari orangtua murid seputar penerapan pakaian adat bakal jadi seragam sekolah.
Berbagai keluhan itu yakni kekhawatiran terkait biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli pakaian adat, sehingga memberatkan perekonomian keluarga.
“Memang banyak orangtua murid ini sekarang banyak yang galau dengar rencana pakaian adat sebagai seragam itu. Karenakan enggak mungkin dia hanya punya satu atau dua stel saja,” sebut Iman Satria di gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Iman berharap, penerapan kebijakan ini tidak menjadi beban keluarga khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.
“Ada yang menyuarakan ke saya, ada yang memberi saran supaya ini kalau bisa jangan jadi beban bagi orangtua, karena situasi perekonomian yang belum stabil,” ungkap Iman, seraya mengungkapkan, kekhawatiran orangtua murid sangat wajar. Apalagi belum ada petunjuk teknis yang mengatur kepada siapa kebijakan itu dibebankan.
Komisi E siap menghitung anggaran yang akan dialokasikan untuk pakaian adat apabila dibebankan kepada Pemprov DKI.
“Yang penting jangan memberatkan orangtua. Kalau memang harus jadi beban APBD ya kita mesti hitung dulu. Ya mudah-mudahan aja sih ini tidak terlalu banyak memakan pikiran orangtua,” pungkas Iman.
Jadi “Obyekan” Sekolah
Seperti diketahui, ketentuan mengenai keharusan menggunakan pakaian adat sebagai seragam sekolah tertuang sejak tahun 2022 melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 50 tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Dalam aturan tersebut, menurut Ketua Umum Aliansi Wartawan Pemantau Polisi dan Jaksa (AWP2J) H. Gamal AN Hehaitu, MA tidak ada ketegasan.
“Termaktub di Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, peserta didik dapat mengenakan baju adat pada hari atau acara adat tertentu. Ini saya angga tidak ada ketegasan lantaran tidak ada kata Wajib, dan terkesan hanya himbauan,” ungkap H Gamal Hehaitu yang kerap menyoroti adanya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) setiap tahun .
Nenurut H Gamal Hehaitu, penegasan Menteri Nadiem bahwa sekolah tak boleh mengatur keharusan yang memberikan pembebanan terhadap orang tua untuk membeli seragam sekolah baru pada tiap kenaikan kelas dan/atau penerimaan siswa baru, itu bakal menjadi “Obyekan” sekolah.
Pihak sekolah akan bermanuver, dan melempar persoalan tersebut ke Komite Sekolah agar kesempatan itu bisa meraih keuntungan.
“Bisa saja, pihak sekolah bermanuver dan melempar hal tersebut ke pihak komite. Komite menjual nama koperasi buat penyediaan seragam, dan baju adat. Nah untuk baju adat, bisa saja siswa diwajibkan pakai baju adat, jika tidak mampu membeli, pihak sekolah bisa menyediakan baju adat tersebut dengan menyewa ke koperasi,” beber H. Gamal Hehaitu, seraya mewanti-wanti, selama ini kan kendati ada larangan dan himbauan, tetap saja “Anjing Menggonggong Kafilah Berlalu.
Reporter: Saddam Zulfaqih
Chief Editor: H. Gamal Hehaitu