Jakarta, metromedia.id – Maraknya Juru Parkir (Jukir) Liar yang melakukan aksinya di sejumlah titik, termasuk mini market dianggap menjadi biang kerok keributan, membuat Ketua Indonesia Parking Association (IPA), Rio Octaviano angkat bicara.
Menurut dia, istilah parkir liar mesti diubah menjadi pungutan liar (pungli) karena punya unsur pidana.
Rio mengungkapkan, pungli yang mencatut uang pengunjung secara paksa hanya bisa diselesaikan jika petugas berwenang bertindak. Dalam hal ini ialah pihak berwajib termasuk di dalamnya polisi agar jera.
“Akhirnya menjadi konflik horisontal. Misalkan kita parkir terus ketemu sama orang (juru parkir liar) kalau kita berani, berarti melawan, dan kalau melawan sudah masuk dalam konflik horisontal,” sebut Rio.
Ini tugas polisi, kata Rio, untuk mencegah pungli. Jangan sampai kasus seperti ini kerap terjadi dan baru kemudian diusut saat ada laporan.
“Petugas kepolisian memiliki kewajiban untuk mencegah ini, jadi jangan sampai kejadian ribut tapi cegah dulu. Bagaimana cara mencegahnya, yaitu penertiban. Penertiban mereka yang melakukan parkir liar dengan catatan tidak adanya keterlibatan oknum (petugas) dalam pungli yang terjadi,” tegasnya.
Kalau sudah ada keterlibatan oknum, beber Rio, hal itu akan sangat rumit. Akhirnya jadi banyak alasan dan alibi. Disarankan sebelum masyarakatnya komplain, lebih baik dilakukan penertiban terlebih dahulu.
Rio memberikan pandangan bahwa penertiban pungli parkir bisa dilakukan lintas sektoral. “Kalau misalnya mau (menertibkan) bisa melibatkan Satpol PP, terus kepolisian dan garnisun. Kalau sekarang kan tiga instansi ini kerap dilibatkan saat penertiban parkir di badan jalan. Kenapa tidak ini juga dilakukan untuk penertiban kantung-kantung atau tempat yang melakukan pungli di situ,” ujarnya.
Rio menyatakan, Indonesia menganut budaya timur. Masyarakat cenderung sulit melaporkan ke pihak berwajib tapi ‘gerendeng’ di belakang, kalaupun melawan akhirnya jadi konflik horisontal.
“Ini tergantung pemerintah kita apakah mau membuat situasi yang kondusif atau menunggu sesuatu untuk terjadi dulu. Tapi biasanya polisi akan berkelit seperti ini, ‘tidak ada laporan ke kami, kami bergerak kalau ada laporan’,” imbuhnya.
Sebetulnya tidak perlu ada laporan untuk bergerak. Sebetulnya dengan dasar ketertiban umum, dan ketidaknyamanan itu mereka (polisi) bisa bergerak.
Bisa Dipenjara 9 Tahun
Mini market merupakan salah satu tempat paling empuk yang menjadi sasaran para Jukir Liar. Mereka bisa mengais ‘Duit yang terindikasi sebagai pungutan liar (pungli) parkir.
Jukir liar ini mencatut uang dari pengunjung meski di mini market tersebut jelas “Parkir Gratis.”
Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, menyebutkan, retribusi parkir di mini market sudah diatur dalam Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau di bawah oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi,” ungkap Budiyanto, Ahad (21/4/2024).
Budiyanto menjelaskan, lahan parkir wajib diadakan pemilik mini market untuk memberikan pelayanan atau kemudahan bagi pelanggan yang berkunjung.
“Sesuai dengan Undang-Undang No 28 tahun 2009 pihak pengelola sudah membayar retribusi tentang usahanya.Termasuk lahan parkir yang disiapkan oleh tempat usaha tersebut,” ungkapnya.
“Dengan demikian bahwa lokasi parkir yang tersedia di tempat-tempat usaha tersebut seharusnya gratis atau tidak dipungut biaya,” tegas Budiyanto. Apabila ada petugas parkir yang tidak dilengkapi izin dan surat perintah dari Dinas Perhubungan (Dishub) kemudian melakukan pungutan berarti ilegal atau parkir liar.
“Karena pungutan yg dilakukan tidak berdasarkan surat perintah resmi dan identitas resmi dianggap sebagai perbuatan melawan hukum pemerasan,” tandas Budiyanto. Ia menyebut, juru parkir liar dapat dituntut dengan Pasal 368 KUHP dan diancam dengan penjara paling lama sembilan tahun.
“Akibat dari tindakan yang menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,” pungkasnya.
Reporter: Firdaus/ Aloy
Chief Editor: H. Gamal Hehaitu