Jakarta, metromedia.id – Fraksi PKS meminta Pemprov DKI Jakarta untuk meninjau kembali soal niat penarikan retribusi sampah tahun 2025. PKS berpendapat bahwa Pemprov sebaiknya meningkatkan pelayanan pengelolaan sampah terlebih dahulu ketimbang menarik retribusi.
Demikian disampaikan Anggota Fraksi PKS Nabilah Aboe Bakar Al Habsyi dalam Rapat Paripurna pandangan umum fraksi terhadap Raperda tentang APBD tahun 2025 di DPRD DKI Jakarta, pada Senin (11/11/20224).
“Sebagai rencana Pemprov yang akan menarik retribusi sampah dari masyarakat, maka dengan tegas kami minta untuk ditinjau kembali,” tegas Nabilah.
“Karena pelayanan pengelolaan sampah dari hilir, tengah dan hulu belum optimal,” imbuhnya.
Selain itu, Nabilah menilai sarana penunjang pengangkutan sampah di Jakarta belum merata dan optimal. “TPS yang sering menumpuk karena kekurangan armada, dan kesejahteraan pekerja kebersihan yang ada di tiap wilayah,” ungkapnya.
Karena itu, papar Nabilah, perlu dipertimbangkan perbaikan sarana prasarananya untuk menjalankan kebijakan yang mendorong Jakarta menjadi kota global dalam penataan sampah.
“Perlu adanya pengangkutan sampah yang lebih humanis dan lebih modern serta ramah lingkungan seperti menggunakan gerobak motor,” tuturnya.
Sebelumnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup berencana memberlakukan skema retribusi sampah rumah tangga di Jakarta. Skema itu diwacanakan akan dimulai pada 1 Januari 2025 mendatang.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Asep Kuswanto menyebutkan kebijakan itu bertujuan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.
“Retribusi pelayanan kebersihan sendiri merupakan salah satu langkah Pemprov DKI untuk meningkatkan pengelolaan sampah secara lebih efektif dan efisien,” kata Asep dalam keterangannya, Kamis (24/10) lalu.
Dia menjelaskan, sistem retribusi itu nantinya akan didasarkan pada prinsip polluter pays principle atau ‘siapa yang menghasilkan sampah, harus membayar pengelolaannya’.
“Retribusi ini akan dikenakan kepada rumah tinggal dan kegiatan usaha, dengan pembagian tarif yang adil berdasarkan daya listrik yang terpasang di masing-masing tempat,” ucap Asep, seraya merinci, tiga kategori rumah tinggal yang diatur dalam kebijakan itu, yaitu:
- Kelas miskin dengan daya listrik 450 hingga 900 VA dibebani tarif retribusi Rp 0 per unit/bulan
- Kelas bawah 1.300 hingga 2.200 VA dibebani tarif retribusi Rp 10 ribu per unit/bulan
- Kelas menengah 3.500 VA hingga 5.500 VA dibebani tarif retribusi Rp 30 ribu per unit/bulan
- Kelas atas, yang memiliki daya listrik 6.600 VA ke atas, dibebani tarif retribusi Rp 77 ribu per unit/bulan.
Selain rumah tinggal, lanjut Asep, kegiatan usaha akan dikenai retribusi. Besarannya ditetapkan berdasarkan skala fasilitasnya.
“Kecil, sedang, besar, dan besaran daya listrik yang digunakan,” jelas Asep.
Warga Teriak
Kebijakan yang digelontorkan Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk memungut retribusi sampah terhadap warga DKI membuat kuping warga terasa “panas”. Pasalnya, setiap bulan warga sudah dipungut retribusi sampah dan uang keamanan.
“Ini kebijakan yang mengada- ngada dan memberatkan warga,” ungkap Bambang, warga Matraman Dalam, Kel. Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
Hal senada juga disampaikan Yus Hamdani, warga Kelapa Gading Jakarta Utara. Menurutnya, Pemprov DKI terindikasi kehabisan akal buat berinovasi untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalo gak becus kerja ya mundur aja dari jabatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup. Jangan warga jadi sasaran,” tukasnya.
Reporter: Aloy/ Dayat Kutjink
Chief Editor: H. Gamal Hehaitu