
SEBAGAIMANA kita lihat dan dengar, baik di media massa maupun media sosial, berbagai berita tentang krisis ekonomi kian booming. Mulai dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), turunnya aktivitas perdagangan, meningkatnya angka pengangguran, hingga kesulitan ekonomi yang dirasakan oleh banyak kalangan masyarakat di jagat ini.
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk bersikap bijak dalam menghadapi setiap ujian, termasuk krisis ekonomi seperti ini. Jangan sampai kita menjadi orang yang hanya mengeluh, menyalahkan keadaan, atau bahkan berputus asa terhadap rahmat Allah. Lebih dari itu, kita dilarang mengambil keputusan keliru seputar keuangan, seperti membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan, berutang tanpa perhitungan, atau bahkan tergoda untuk melakukan maksiat seperti mencuri karena terdesak oleh kebutuhan.
Krisis ekonomi yang terindikasi bakal mendunia sejatinya bukanlah hal baru dalam sejarah manusia. Dalam banyak fase kehidupan umat, krisis sering kali datang sebagai ujian dan pengingat. Allah telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 155:
Artinya: ”Dan sungguh akan Kami uji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Krisis adalah bagian dari sunnatullah, agar kita bertaqorrub pada Tuhan yang Maha Agung, tidak sombong dengan kekuatan materi, dan semakin sadar bahwa hanya Allah-lah sang pemilik rezeki yang hakiki. Ketika terjadi krisis, bisa jadi itu adalah teguran bahkan sebuah bentuk kasih sayang Allah kepada kita agar tidak terlalu terlena dengan kenikmatan harta dunia.
Menyikapi krisis ini, Islam tidak hanya memerintahkan kita untuk bersabar. Namun juga mengajarkan kita untuk berikhtiar, bekerja keras, dan berusaha keluar dari kesulitan dengan cara yang halal dan diridhai Allah. Dalam surat At-Talaq ayat 2-3, Allah berfirman:
Artinya: ”Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa kunci keluar dari krisis adalah takwa dan kerja keras, bukan hanya pasrah tanpa usaha.
Hadirin jamaah sidang Jumat yang berbahagia
Setidaknya ada empat langkah konkret yang bisa kita lakukan dalam menghadapi krisis ekonomi ini. Pertama, perkuat iman dan tawakal. Percayalah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang bertakwa dan bersungguh-sungguh.
Kedua, bersikap hemat dan sederhana. Janganlah hidup secara boros. Belilah barang sesuai dengan kebutuhan, bukan semata-mata karena keinginan. Utamakan terlebih dahulu kebutuhan primer. Jika suatu barang masih bisa ditunda pembeliannya dan tidak benar-benar mendesak, sebaiknya tunda dahulu untuk membelinya.
Sebab di samping hidup hemat dan sederhana adalah sunnah Rasulullah SAW, perintah tidak boros juga perintah Allah SWT. Dalam surat Al-Isra ayat 27, Allah berfirman:
Artinya: ”Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Ketiga, bangun solidaritas dan saling bantu. Dalam kondisi sulit, kita tidak bisa hanya memikirkan diri sendiri. Ulurkan tangan kepada yang lebih membutuhkan apabila memang kita ada dan atau kebutuhan yang terssisa. Inilah esensi dari ukhuwah Islamiyah. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dijelaskan:
Artinya: “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah akan memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.”
Keempat, jauhi riba dan transaksi haram. Ketika krisis terjadi seringkali banyak orang tergelincir pada solusi instan, padahal justru menambah kesulitan dan murka Allah. Pilihlah cara mencari rezeki yang halal, walau tampak kecil.
Demikian ulasan singkat dalam menghadapi krisis ekonomi, semoga kita semua dapat menjalani ujian ini dengan penuh kesabaran dan ketakwaan dan mendapat jalan keluar untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Amin.***