
TEBING TINGGI, METROMEDIA.ID –
Pemerintah telah melarang Pemda untuk menerima tenaga honorer baru sejak 1 Januari 2025. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Penyelesaian status pegawai non-ASN, termasuk tenaga honorer, harus diselesaikan paling lambat Desember 2024. Pejabat yang melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi.
Larangan ini rupanya tak didengar oleh Camat Bajenis, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Bahkan Camat berani ambil resiko dengan menerima suap dalam penerimaan tenaga kerja honorer di Kantor Camat Bajenis Jalan Letda Sujono Kota Tebing Tinggi.
Masalah ini terkuak dari korban bernama Adella (20), Warga Jalan Ahmad Yani Kelurahan Mandailing Kecamatan Tebing Tinggi kota, Kota Tebing Tinggi Sumatera Utara, Jumat (30/5/2025).
Hal ini diungkap langsung oleh orang tua korban Bambang (50) kepada pihak media.
Bermula, ketika anaknya Adella melamar pekerjaan di kantor kecamatan Bajenis yang beralamat di jalan Letda Sujono sebagai tenaga kerja honorer dan harus membayar uang sebesar 20 juta rupiah sebagai jaminan agar diterima bekerja.
“saya lah orang tua dari korban yang memberikan langsung uang tersebut kepada Camat Bajenis Dira Astama Trisna ,” ungkap Bambang.
Namun setelah enam bulan bertugas, tiba- tiba anak saya Adella diberhentikan dari pekerjaan nya dengan alasan tidak dibutuhkan lagi sebagai tenaga kerja honorer dan ini jelas kami sangat di rugikan karena kami sudah memberi uang jaminan kepada Camat Bajenis sebesar 20 juta rupiah agar anak kami bisa bekerja.
Bambang menyatakan, setelah pemberhentian ini kami pihak keluarga menuntut kembali uang yang kami beri kepada Camat Bajenis.
“Anak kami hanya diperkerjakan selama Enam Bulan saja,” kata Bambang.
Sementara itu Camat Bajenis Dira Astama Trisna saat dikonfirmasi pihak media mengatakan masalah ini sudah di selesai secara kekeluargaan dengan mengembalikan duit Korban Sebesar 10 juta rupiah.
Pengakuan sang Camat, sangat jelas bahwa Camat Bajenis Dira Astama Trisna menerima suap dalam penerimaan tenaga Honorer.
Ini sudah masuk katagori kasus suap dan pencucian uang, Penyuapan dalam penerima tenaga kerja honorer yang bekerja di pemerintahan dianggap sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berkaitan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya dianggap sebagai suap.
Suap merupakan bagian dari tindak pidana korupsi dan diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara gratifikasi dalam konteks hukum adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh, yang dapat mencakup uang, barang, rabat, komisi, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berkaitan dengan jabatannya dianggap sebagai suap, bahkan jika tidak ada niat awal untuk menyuap.
SANKSI HUKUM
Pelaku tindak pidana suap dapat diancam hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,
Reporter: Tim Metromedia Tebing Tinggi
Editor: H. Gamal Hehaitu