
KOTA DEPOK, METROMEDIA.ID — Talasemia merupakan penyakit kelainan darah merah yang diturunkan dari orangtua ke anaknya. Pada individu dengan talasemia, sel darah merah (eritrosit) tidak bisa terbentuk dengan sempurna dan mudah pecah. Keadaan ini membuat sehingga kadar hemoglobin (Hb) berkurang. Kurangnya kadar hemoglobin dalam tubuh menyebabkan gejala anemia (pucat, lemas, lemah, letih, lesu) dan komplikasi lainnya.
“Maka, Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) kembali menghadirkan edukasi Bicara Sehat dengan Tema: “Talk Show Kupas Tuntas Talasemia” berlangsung, pada 21 Mei 2025, di area Poli Talasemia RSUI.
Dalam Talk Show Awam Bicara Sehat ini hadir untuk memberikan pengetahuan dan informasi seputar Talasemia, dan dimoderatori oleh dr. Ratih Masita Devy.
Diketahui sebagai narasumber pertama dr. Rahmat Cahyanur, Sp.PD-KHOM, menyampaikan, bahwa pentingnya pemantauan rutin atau surveilans pada pasien talasemia dewasa, meskipun transfusi darah berjalan baik dan kadar hemoglobin sudah terjaga.
“Artinya, dengan pemeriksaan berkala tetap harus dilakukan untuk mendeteksi komplikasi sedini mungkin,” ujarnya.
Dijelaskannya, bahwa penanganan komplikasi talasemia dewasa melibatkan serangkaian pemeriksaan terjadwal, seperti skrining hepatitis dan pemantauan fungsi jantung secara berkala.
Dengan melalui, sistem pemantauan yang terstruktur, tim medis dapat mengidentifikasi adanya gangguan kesehatan sebelum pasien menunjukkan gejala.
“Hal ini memungkinkan penanganan lebih cepat dan efektif, tanpa harus menunggu keluhan atau gejala muncul terlebih dahulu,” jelas dr. Rahmat.
Ditempat yang sama, narasumber kedua dr. Ludi Dhyani Rahmartani, Sp.A(K) menyampaikan, pentingnya skrining talasemia pada masyarakat di Indonesia, terutama pada mereka yang memiliki saudara dengan talasemia. Talasemia minor hanya dapat dideteksi dari pemeriksaan darah, karena mereka hampir tidak memiliki gejela dan tidak memerlukan tranfusi darah, sehingga jarang disadari. ” Tapi dengan pasangan sesama talasemia minor dapat memilliki keturunan dengan talasemia mayor yang membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya,” pungkasnya.
Menurut Dokter Ludi, anak dengan talasemia mayor dapat memiliki kualitas hidup yang sama dan menjalani aktivitas seperti anak normal seusianya jika mendapatkan transfusi darah rutin sesuai target dan mengkonsumsi obat kelasi besi dengan patuh.
“Jika kadar Hb sering dibawah target akan membuat mereka mengalami berbagai komplikasi akibat anemia kronis. Target Hb sebelum transfusi adalah 9-10.5 g/dL, dan setelah transfusi 12-14 g/dL Komplikasi yang dapat terjadi akibat anemia kronis adalah perut membesar akibat pembesaran limpa dan hati, pendek, pubertas terlambat, perubahan tulang wajah yang khas (Facies Cooley), nyeri tulang akibat osteoporosis, gangguan jantung dan lain sebagainya,” tuturnya.
Ditambahkannya, bahwa dengan kepatuhan meminum obat kelasi besi juga sangat penting untuk mencegah komplikasi dari penumpukan zat besi di organ vital seperti jantung dan hati. Komplikasi ini akan semakin bertambah seiring pertambahan usia pasien dan dirasakan saat memasuki usia remaja dan dewasa.
“Pencegahan tetaplah menjadi hal paling baik untuk dilakukan. Kegiatan-kegiatan sosialisasi seperti ini penting untuk memberikan awareness kepada masyarakat. Bagi anggota keluarga yang mengalami gejala mirip dengan penderita talasemia dapat segera mengunjungi dokter di fasilitas kesehatan terdekat,” tandas Dokter Ludi.
Selanjutnya, salam sesi tanya jawab, para peserta menunjukkan antusiasme tinggi dengan mengajukan berbagai pertanyaan seputar talasemia. Diskusi mencakup topik seperti pertumbuhan dan perkembangan pasien dewasa, pengaruh pola makan terhadap kondisi pasien, hingga kemungkinan transplantasi sumsum tulang sebagai salah satu opsi penanganan.
Tingginya partisipasi ini mencerminkan kesadaran dan kepedulian yang besar terhadap pemahaman talasemia secara menyeluruh. Sebagai langkah preventif, pemeriksaan talasemia atau medical check-up (MCU) sangat dianjurkan, terutama bagi pasangan yang berencana menikah.
Diketahui juga dalam kegiatan ini juga diselenggarakan melalui kolaborasi dengan Perhimpunan Orang Tua Talasemia Indonesia (POPTI) Depok sebagai bentuk sinergi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap talasemia. RSUI berharap kegiatan edukasi seperti ini dapat terus berlanjut dan menjadi sarana yang efektif untuk menjembatani masyarakat dalam memahami isu-isu kesehatan secara menyeluruh, serta mendorong tindakan preventif dan penanganan yang lebih baik di masa depan.
Reporter: Mul
Chief Editor: Gamal Hehaitu