
KOTA DEPOK, METROMEDIA.ID — Setelah pelantikan Plt PWI Provinsi Jawa Barat (Jabar) serta Plt-Plt ilegal Kota/Kabupaten se-Jabar. Beredarlah video wawancara Hendri Ch Bangun (HCB), menjadi viral.
HCB menegaskan dengan banganya, sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat yang sah berdasarkan Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum (Kemenhum) dan Putusan Sela PN Jakarta Pusat. Itu berarti negara mengakui.
Lalu, HCB dengan mata yang melotot-lotot, terkesan arogan juga menegaskan tidak ada konflik di PWI Pusat, yang ada kekuasaannya di curi.
Ia pun membandingkan dualiisme kepemimpinan organisasi. Itu biasa, PMI ada dua, Kadin ada dua. Untuk itu sesuai perintah Presiden agar PWI kembali menjadi satu lewat Kongres Persatuan selambat-lambatnya pada 30 Agustus 2025.
“PWI Jabar sudah dibekukan dan sudah saya tunjuk pejabat pelaksna (Plt), Saya menegakkan aturan dan saya Ketua Umum PWI Pusat yang sah. Itu sesuai AHU dan dikuatkan Putusan Sela PN Jakarta Pusat. Saya nggak main perasaan tapi aturan organisasi,” tegas HCB saat dikonfirmasi melalui whatsapp (WA) oleh Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah, Sabtu (14/6/2025).
Ditegaskannya, bahwa kepengurusan PWI Kota Depok yang sah berdasarkan pemilihan langsung dalam Konfrensi Wilayah (Konferwil) untuk periode 2024-2027 dan tertuang dalam SK PWI Pusat yang ditanda tanggani, Ketua Umum Hendri Ch Bangun, Ketua Bidang Organisasi Zulmansyah Sekedang dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sayid Iskandarsyah pada 16 Mei 2024.
Bahkan, PWI Kota Depok dengan jumlah anggota mencapai 70 wartawan menjadi salah satu yang dibekukan, di Jabar dan dibentuk Plt dengan 9 orang susunan pengurus, berdasarkan SK yang hanya ditanda tanggani Ketua Umum Hendri Ch Bangun dan Sekjen Iqbal Irsyad pada 14 Mei 2025.
“Jadi, dinilai Hendri Ch Bangun sudah mengidap Post Power Syndrome,” tegas Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah menanggapi pernyataan HCB, Senin (16/6/2025).
Ia menyebutkan, bahwa PWI Kota Depok mengambil sikap tidak ikut-ikutan konflik yang terjadi di PWI Pusat dan tetap menjalankan program-program PWI Pusat, diantaranya seperti sosialisasi Pilkada bekerja sama dengan Kemendagri dan KPU serta pengadaan rumah bersubsidi untuk wartawan.
“Bahkan HCB itu dinilai ‘gembel jiwa dan gembel pikir’. Bukannya bijak dan bikin kondusif untuk persatuan PWI malah ciptakan permusuhan, bikin Plt-Plt hingga kabupaten dan kota yang nggak ikut-ikutan soal konflik di PWI Pusat,” ucap mantan wartawan Republika ini.
Menurutnya, bahwa pernyataan HCB ambigu, tidak ada konflik di PWI Pusat tapi sepakat dengan adanya Kongres Persatuan PWI.
“Diduga HCB itu mengidap post power syndrome, kondisi psikologis yang ditandai dengan gejala seperti penurunan harga diri, kecemasan, dan kesulitan menerima kenyataan,” tutur Rusdy.
Contohnya, lanjut Rusdy, pernyataan HCB jalani aturan tanpa perasaan dan sah sebagai ketua karena diakui negara, itu cacat pikir dan sesat mental.
Padahal, seorang pemimpin itu harus bijak, mengedepankan musyawarah dan menjaga keseimbangan etika dan ilmu serta pengakuan sebagai pemimpin bukan semata-mata merasa diakui negara karena memegang AHU tapi yang lebih penting adalah pengakuan dari pemilik suara yakni rakyat atau anggota.
“Keputusan HCB memutuskan adanya Plt PWI Kota Depok itu dipastikan ilegal, tidak sesuai aturan yang cenderung memamerkan kekuasaannya. Apalagi diduga SK di manipulatif, tanda tangan Sekjen PWI Pusat Iqbal Irsyad infonya diduga palsu atau scanning. Lalu, 9 pengurus Plt yang tercatum di SK, sebanyak 5 nama dicatut, serta tanggal yang tertera merupakan tanggal mundur yang tidak sesuai keluarnya SK Plt,” papar Rusdy.
Rusdy juga mengingatkan, bahwa pihaknya akan mempertimbangkan melaporkan HCB ke ranah hukum, jika benar SK Plt PWI Kota Depok itu manipulatif.
“Artinya, jika nantinya sudah sangat menganggu, PWI Kota Depok akan melaporkan HCB ke ranah hukum. Untuk itu, PWI Kota Depok mendesak untuk segera mencabut SK Plt manipulatif. Jangan memaksa kami menjadi super tega,” tandas Rusdy, yang juga pemegang Press Card Number One (PCNO), dari Presiden RI.
Reporter: Mul
Chief Editor: Gamal Hehaitu