
RIAU, METROMEDIA.ID –
Setelah sukses membekuk dua cukong perambah lahan kawasan hutan taman nasional Tesso Nilo (TNTN), Polda Riau menggelar konferensi pers. Acara itu berlangsung di Gedung Media Center Polda Riau, Senin (23 Juni 2025) lalu.
Konferensi Pers yang dipimpin langsung oleh Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan, SIK., S.H., M.Hum., didampingi oleh Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan dan Plh. Kabid Humas AKBP Vera Taurensa, S.S., M.H, serta Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Riau AKBP Nasruddin, S.H., SIK., M.H.
Dalam jumpa dengan awak media, Irjen Herry mengumumkan komitmen penuh jajarannya dalam menindak pelaku perusakan hutan konservasi sekaligus mengungkap skema kejahatan yang menyalahgunakan status adat demi memenuhi kocek pribadi.
Berdasarkan catatan yang dihimpun metromedia.id Biro Riau, ada seorang pria berinisial JS, yang mengaku sebagai “Batin Adat”, ditengarai telah menerbitkan lebih dari 200 surat hibah palsu di kawasan TNTN, dengan nilai jual Rp.5 juta hingga Rp.10 juta per surat.
Tak hanya itu, lahan yang dilego secara ilegal mencapai luas ratusan hektare, termasuk kepada tersangka lain berinisial DY, yang kini sudah meringkuk di kejaksaan.
“Saya berbicara mewakili Domang dan Tari, gajah-gajah yang terusir, yang tak bisa membuat petisi, tak bisa menyuarakan ketidakadilan. Tapi saya bisa,” ujar Kapolda.dengan nada tinggi.
Sementara itu Direktur Reskrimsus Kombes Ade Kuncoro Ridwan mengutarakan, aparat mengungkap bahwa surat-surat hibah tersebut dimanfaatkan untuk membuka lahan sawit ilegal di kawasan konservasi yang seharusnya menjadi rumah satwa langka seperti gajah Sumatera.
”Bukti berupa cap adat, surat pengukuhan, dan peta wilayah diamankan sebagai bagian dari penyidikan “, ungkap Ade.
Ditreskrimsus Polda Riau melalui Subdit IV Tipidter kini telah menetapkan 1 tersangka dalam kasus perambahan hutan ini, dan tidak menutup kemungkinan jumlahnya bertambah.
Semua ini dilakukan dalam semangat penegakan hukum berkelanjutan yang diusung Kapolda Riau melalui konsep “Green Policing” penegakan hukum yang tidak hanya menghukum, tapi juga memulihkan dan mendidik.
“Hukum adalah panglima tertinggi. Kita tidak anti terhadap adat dan kearifan lokal, tetapi simbol adat tidak boleh dimanipulasi untuk menjual paru-paru dunia,” tegasnya.
Menjelang Hari Bhayangkara ke-79, komitmen Polda Riau ditegaskan kembali bukan hanya melindungi manusia, tetapi juga alam dan ekosistem yang menopang kehidupan.
Polda Riau mendorong kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat adat, dan publik luas untuk menjaga kelestarian TNTN dari kepunahan.
Sebagai simbol dukungan, kaos bertuliskan “Lindungi Tuah, Jaga Marwah” dibagikan kepada para jurnalis titipan dari “Domang dan Tari”, dua gajah yang kini menjadi simbol perlawanan terhadap perusakan habitat.
Perambahan hutan bukan sekadar tindak pidana lingkungan, tapi juga pengkhianatan terhadap masa depan.
Reporter: Romansyah
Editor: H. Gamal Hehaitu