Medan, metromedia.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan baru – baru ini menetapkan dua pejabat Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Medan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran (TA) 2022/2023, dan Jual Beli jabatan.
Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Kepala MAN 3 Medan, Nurkholidah Lubis dan Parsaulian Siregar selaku penyedia jasa rehab fisik.
Kasi Intelijen Kejari Medan Simon menyebutkan, penetapan tersangka tersebut dilakukan pada Selasa (9/1/2024).
“Penyidik Kejari Medan telah menetapkan 2 orang tersangka, yaitu NL selaku kepala sekolah dan PS selaku penyedia jasa rehab fisik MAN 3,” sebut Simon, Rabu (10/1/2024), seraya menjelaskan, perbuatan tersebut bermula pada saat penerimaan PPDB TA 2022/2023, dimana Kepala Sekolah menetapkan pungutan kepada peserta didik baru dengan besaran mulai dari Rp100 ribu hingga Rp5 juta.
Dari 398 orang peserta didik yang dinyatakan lulus, lanjut Simon, terdapat 373 siswa yang telah menyerahkan uang sumbangan dengan total uang sumbangan yang terkumpul Rp480.550.000.
“Dari dana tersebut selanjutnya dipakai oleh saudara NL selaku Kepala MAN 3 diantaranya untuk kegiatan sarpras antara lain rehab kelas, meubeler dan ada juga yang digunakan untuk kebutuhan pribadi,” urainya.
Sementara, dari pembangunan fisik sekolah tersisa uang Rp 150 juta. Uang itu kemudian dimanfaatkan kepala sekolah melalui dewan komite untuk membayarkan gaji honor guru yang tertunggak selama 3 bulan.
Akibat perbuatan tersebut, BPK RI menyatakan telah terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp311.996.000.
Atas hal tersebut, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kedua terdakwa selanjutnya ditahan di Rutan dan Rutan Perempuan, untuk 20 hari kedepan,” pungkas Simon.
Kasus Jual Beli Jabatan
Dilansir dari tribun-medan.com, nama Nurkholidah Lubis sempat mencuat di medio 2021. Ia disebut-sebut terlibat dalam kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).
Kasus jual beli jabatan ini menjerat eks Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Sumut Iwan Zulhami, dan mantan Kepala Seksi Kemenag Mandailing Natal Zainal Arifin Nasution.
Dalam dakwaan jaksa, perkara ini bermula saat Zainal Arifin Nasution beberapa kali meminta dirinya diangkat menjadi Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Mandailing Natal. Sayangnya permintaan itu tidak pernah dikabulkan.
Saat itu, Kepala Kantor Kemenag Mandailing Natal, yaitu Dur Berutu mendapat promosi menjadi pejabat di Universitas Negeri Medan, sehingga jabatan Kepala Kantor Kemenag Mandailing Natal kosong. Lantaran kekosongan jabatan tersebut, terdakwa Iwan Zulhami mengkukuhkan Masrawati Sipahutar sebagai Pelaksana Tugas (Plt).
“Bahwa saksi Nurkholidah Lubis (Kepala MAN 3 Medan) yang sebelumnya sudah kenal akrab dengan terdakwa Iwan ada berdiskusi mengenai pengisian jabatan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Mandailing Natal yang pada saat itu, adalah seorang wanita sehingga kurang cocok,” ucap Jaksa di persidangan.
Selanjutnya, Nurkholidah Lubis menginformasikan kepada terdakwa Iwan, tentang Zainal Arifin yang ingin menduduki jabatan sebagai Kepala Kantor Kemenag Mandailing Natal.
Setelah pembicaraan itu, Nurkholidah Lubis menginformasikan kepada Zainal tentang adanya peluang mengisi jabatan Kepala Kantor Kemenag Mandailing Natal. Informasi itu disampaikan melalui seorang staf di Kantor Kemenag Mandailing Natal.
“Selanjutnya saksi Zainal dan Nurkholidah sepakat untuk bertemu di Medan membicarakan tindak lanjut pengisian jabatan tersebut,” beber jaksa.
Sekira bulan Mei 2019, Zainal dan Nurkholidah datang ke rumah Iwan di Binjai. Kemudian Zainal mengutarakan keinginannya untuk menduduki jabatan tersebut kepada Iwan.
Iwan pun menyanggupinya, dan pada saat itu melalui Nurkholidah disepakati Rp 700 juta untuk mengusulkan Zainal sebagai Kepala Kantor Kemenag Mandailing Natal.
“Kemudian pada 13 Mei 2019, Zainal membawa uang tunai sejumlah Rp 250 juta, untuk diserahkan kepada terdakwa Iwan. Uang tersebut dibawa Zainal kepada Nurkholidah Lubis di sekolah MAN 3 Medan sekira pukul 09.30 WIB di ruang kerja Nurkholidah,” ucap Jaksa.
Selanjutnya, saksi Zainal dan Nurkholidah pergi ke rumah dinas Iwan untuk menyerahkan uang tersebut.
Sejurus kemudian, ajudan Iwan bernama Deni Zunaidi Barus datang ke rumah dinas. Lalu Nurkholidah menyerahkan uang Rp 250 juta tersebut.
“Selanjutnya 17 Mei 2019, Zainal ada memberikan uang sejumlah Rp 100 juta atas permintaan dari Nurkholidah melalui transfer Bank Sumut melalui rekening Zulkifli Batubara (suami Nurkholidah),” kata jaksa.
Kemudian pada tanggal 20 Mei 2019, Zainal ada menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta kepada Nurkholidah di rumah sakit Permata Madina, sewaktu ibu dari Nurkholidah sakit.
Lalu, pada tanggal 23 Mei 2019, masih tempat yang sama, Zainal ada menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta kepada Nurkholidah.
Tanggal 27 Mei 2019, Zainal kembali mengirimkan uang sebesar Rp 65 juta kepada Nurkholidah Lubis melalui rekening Zulkifli Batubara (suami Nurkholidah).
“Tanggal 28 Mei 2019, Zainal Arifin kembali mentransfer uang sebesar Rp 185 juta kepada Nurkholidah Lubis melalui rekening Zulkifli Batubara,” beber Jaksa.
Setelah beberapa kali mentransfer uang tersebut, akhirnya Zainal Arifin diangkat sebagai Plt Kepala Kantor Kemenag Madina, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara No. 860/Kw.02/1-b/Kp.07.6/07/2019 tanggal 12 Juli 2019, yang ditandatangani oleh terdakwa Iwan.
Selanjutnya, pada tanggal 14 Januari 2020, Zainal kembali mengirimkan uang kepada Nurkholidah sebesar Rp 50 juta ke rekening Zulkifli Batubara.
Setelah Zainal Arifin menyerahkan sejumlah uang tersebut, Nurkholidah kemudian mengirimkannya ke rekening Iwan melalui rekening milik saksi Tragedi Barus, ajudan Iwan.
Setelah menerima uang dari Nurkholidah, lalu terdakwa Iwan menyuruh Tragedi Barus mengirimkan uang tersebut, untuk biaya kuliah dan biaya hidup Wan Isfan Zulhami (anak dari Iwan Zulhami) sebesar Rp 200 juta yang sedang mengikuti pendidikan di Jepang.
“Bahwa benar akhirnya uang sebanyak Rp 750 juta, telah diserahkan kepada terdakwa Iwan, sehubungan untuk pengangkatan saksi Zainal Arifin selaku Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Mandailing Natal,” ucap Jaksa.
Dalam persidangan itu, Nurkholidah juga mengungkap bahwa dirinya mengumpulkan uang puluhan juta dari beberapa kepala sekolah di Medan sebagai upaya untuk menyuap jaksa agar kasus jual beli jabatan ini ditutup.
“Di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Ibu Nomor 19, ada namanya Khairul Mahalli. Ini apa kaitannya dengan kejadian jual beli jabatan saat ini?” tanya jaksa Penuntut Umum (JPU) Polim Siregar, Senin (10/5/2021)
“Bahwa benar akhirnya uang sebanyak Rp 750 juta, telah diserahkan kepada terdakwa Iwan, sehubungan untuk pengangkatan saksi Zainal Arifin selaku Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Mandailing Natal,” ucap Jaksa.
Nurkholidah berkilah tidak mengetahui apa hubungannya pemberian uang tersebut dengan perkara yang tengah disidangkan saat ini.
“Saya tidak tahu kaitannya dengan jual beli jabatan. Saya disuruh Pak Iwan (terdakwa) untuk mengasihkan uang itu ke Pak Khairul,” katanya.
Jaksa kembali bertanya siapa Khairul Mahalli dan apa jabatannya di Kementerian Agama. Namun Nurkholidah mengaku ia tidak begitu mengenal Khairul.
“Kalau jabatannya di Kementerian Agama tidak ada, Pak. Saya tidak tahu dia pengusaha atau apa. Tapi yang diperkenalkan Pak Iwan ke kami, dia Ketua Kadin Sumatera Utara,” bebernya.
“Saya tidak tahu kaitannya. Tetapi kata Bapak itu untuk menyelesaikan masalah,” ucapnya.
“Lantas masalah apa?” tanya Jaksa.
“Mungkin masalah ini,” katanya dengan suara pelan.
Mendengar pernyataan tersebut, sontak saja Jaksa menegur Nurkholidah agar jangan menggunakan kata ‘mungkin’ di persidangan.
“Jangan mungkin. Itu uangnya Rp 150 juta dapat dari mana?” cecar Jaksa lagi.
Nurkholidah pun mengaku kalau uang tersebut dikutip dari beberapa kepala sekolah di Medan.
“Diminta dari kepala sekolah untuk menyelesaikan perkara di Kejati. Jadi kami (menyetor) Rp 10 juta per satu orang. Kami ada beberapa orang yang (bayar) lebih. Penyerahannya Rp 50 juta saya transfer. Rp 100 juta, saya antar ke hotel,” ungkapnya.
Teguran Keras
Kasus jual beli Jabatan, dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menimpa Nurkholidah patut diapresiasi oleh jajaran Kanwil Kemenag DKI Jakarta.
Pasalnya, hal serupa ditengarai tidak jauh berbeda, walau tidak bisa dibuktikan dengan kwitansi penerimaan.
Informasi yang dikumpulkan metromedia.id, kondisi paling rawan adanya praktik transaksional itu ada di bidang pendidikan madrasah (Bid.Penmad).
Program yang sedang berlangsung itu, adanya proyek rehabilitasi 10 gedung madrasah di DKI Jakarta yang dibiayai oleh Kementerian PUPR senilai lebih dari 53 miliar.
Selanjutnya, adanya pemetaan jabatan kepala madrasah, baik MIN, MtsN dan MAN yang perlu diawasi dengan serius oleh Irjen Kemenag dan BPKB.
Penulis: Zulwan Syahputra
Editor: H. Gamal Hehaitu