Jakarta, metromedia.id – Untuk memperkuat peran KUA sebagai pusat layanan keagamaan,
Kementerian Agama (Kemenag) menggulirkan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Organisasi dan Tata Kerja (Ortaker) Kantor Urusan Agama (KUA) tahun 2024. Aturan ini menggantikan PMA 34 Tahun 2016.
Tujuannya idak hanya mencatat pernikahan, KUA juga berperan dalam peningkatan kualitas kehidupan umat beragama.
Kasubdit Bina Kelembagaan KUA, Wildan Hasan Syadzili mengungkapkan, perubahan ini merupakan langkah revolusioner dalam mengoptimalkan fungsi KUA.
“Perubahan PMA ini bukti nyata negara dalam memberi layanan langsung kepada masyarakat. KUA juga akan berperan dalam penguatan ketahanan keluarga dan komitmen kebangsaan,” tegas Wildan dalam kegiatan Konsolidasi Nasional KUA Kompatibel, Inklusif, dan Agile di Jakarta, Kamis (17/10/2024).
Perluasan Layanan Keagamaan
Dengan PMA baru ini, kata Wildan, KUA diberi ruang untuk menyelenggarakan layanan keagamaan lintas agama dan lintas satuan kerja di Kementerian Agama.
Dibeberkan Wildan, KUA dapat berfungsi di bawah penugasan Menteri Agama, melayani berbagai bidang seperti pendidikan Islam, penyelenggaraan haji dan umrah, hingga layanan Bimas Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
“KUA bisa menyelenggarakan fungsi lintas agama berdasarkan instruksi dari Menteri Agama. Ini akan memperluas cakupan layanan KUA,” imbuhnya.
Selain itu, KUA akan berperan dalam menjaga ketahanan ekonomi umat melalui program pemberdayaan ekonomi dan meningkatkan ketahanan masyarakat dengan sistem peringatan dini.
“KUA harus mendorong moderasi beragama dan kerukunan umat. Ketika kondisi nasional kondusif, ketahanan nasional pun makin kuat,” ujar Wildan.
Penghapusan Redaksi Kecamatan
PMA Ortaker KUA 2024 juga menghapus kata “kecamatan” dari nama KUA untuk menciptakan layanan tanpa batas wilayah.
“Ini penting untuk mengakomodasi 1.300 kecamatan yang belum memiliki KUA. Layanan KUA kini dapat diakses oleh masyarakat di KUA mana pun, tanpa terbatas wilayah administratif,” ungkap Wildan.
Wildan menguraikan, hanya beberapa layanan seperti pencatatan nikah dan wakaf yang tetap memerlukan batasan wilayah. “Layanan lain dapat diakses di KUA manapun, bahkan disediakan dalam bentuk digital atau mobile services,” kata
Wildan, seraya menekankan pentingnya pemberdayaan SDM di KUA, termasuk kepala KUA, penghulu, dan penyuluh agama. Setiap penyuluh akan melayani sesuai agamanya. “Tidak ada penyuluh agama Islam, misalnya, yang melayani umat Kristen. Layanan diberikan oleh penyuluh yang sesuai dengan agamanya,” jelasnya.
Wildan berharap, transformasi KUA ini dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama di wilayah terpencil.
“Ini awal era baru bagi KUA. Kami berharap masyarakat dapat merasakan manfaat dari perubahan ini,” tukas Wildan.
Penulis: H. Gamal Hehaitu