
Jakarta, metromedia.id – Perlu diapresiasi upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan, yang salah satunya melalui standarisasi kepala madrasah.
Dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 58 Tahun 2017 tentang Kepala Madrasah, seseorang yang memiliki jabatan ini dituntut memiliki lima standar kompetensi, yaitu; kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
Selanjutnya, untuk menjawantahkan PMA 58 tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Islam telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 1111 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Kepala Madrasah.
Namun yang perlu digaris bawahi, bahwa pada PMA 58 ini telah mengalami perubahan, khusus pada pasal 6 yang mengatur syarat-syarat calon kepala madrasah.
Dengan diterbitkannya PMA 24 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agama Nomor 58 Tahun 2017 tentang Kepala Madrasah, syarat yang sebelumnya terlalu membebani, kini Relatif ringan.
Terdapat sejumlah hal yang harus dicermati dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Tentang Kepala Madrasah, yaitu:
Pertama, pada pasal 12 ayat (2) termaktub: “Masa tugas Kepala Madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat kembali sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan yayasan atau organisasi penyelenggara pendidikan madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat”. Sekalipun ayat (1) mengatur periodisasi masa jabatan kepala madrasah adalah 4 (empat) tahun, namun ayat (2) masih memberikan potensi posisi kepala pada madrasah tertentu dijabat oleh satu orang tanpa tergantikan oleh siapa pun hingga berpuluh-puluh tahun lamanya.
Potensi ini dikuatkan dengan Juknis Pengangkatan Kepala Madrasah yang terlampir dalam Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 5851 Tahun 2018. Dalam Juknis ini disebutkan: “Kepala Madrasah yang telah bertugas pada suatu periode dapat ditugaskan pada madrasah yang sama untuk periode penugasan berikutnya dengan syarat hasil penilaian kinerja empat tahunan berpredikat minimal ‘Baik'”.
Di sisi lain, bisa jadi aturan ini bertujuan untuk membuka ruang kepada yayasan atau organisasi penyelenggara pendidikan menentukan arah kebijakannya. Namun pada sisi yang lain, aturan ini seakan membuka celah “Orde Baru” di lingkungan madrasah swasta.
Berdasarkan pengamatan metromedia.id, banyak kepala Madrasah yang tidak memenuhi syarat dengan surat edaran Dirjen Pendis. Hal demikian dapat dibuktikan dengan mengaudit kinerja sejumlah kepala Madrasah (Data ada di meja Redaksi).
Kedua, PMA 58 dan Juknis Pengangkatan Kepala Madrasah belum sepenuhnya menjelaskan teknis pemilihan dan pengangkatan kepala madrasah jika terdapat sejumlah calon potensial yang memiliki hasil seleksi dan penilaiannya sama-sama “Baik”. Dari salah satu contoh kasus tersebut, apa dan bagaimana yang harus ditempuh?
Disini lah regulasi itu dituntut untuk mampu menjawab segala kemungkinan yang terjadi.
Ketiga, PMA tentang Kepala Madrasah belum membatasi kemungkinan kepala madrasah yang merangkap jabatan sebagai kepala pada satuan pendidikan lainnya, baik satuan pendidikan dalam naungan Kementerian Agama maupun antar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Keempat, perlunya sosialisasi dan koordinasi antara yayasan atau organisasi penyelenggara pendidikan dengan Kementerian Agama agar tujuan utama dari pemberlakuan Peraturan Menteri Agama (PMA) ini tidak saling kontraproduktif bahkan kontradiktif.
Kelima, pada bulan September tahun lalu di Jawa Tengah ditemukan indikasi 7 kepala sekolah terpapar paham radikal. Kasus ini menjadi sangat krusial dan mencoreng pendidikan Indonesia. PMA tentang Kepala Madrasah sudah seharusnya mampu menjadi langkah antisipatif gerakan radikalisme. Syarat memiliki kesetiaan pada Pancasila, NKRI, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, dan semboyan Bangsa; “Bhineka Tunggal Ika” akan melumpuhkan gerakan paham radikal di lingkungan madrasah.
Kepala Madrasah adalah tokoh sentral. Kemajuan lembaga pendidikan sangat bergantung pada kompetensi, kinerja dan latar belakang yang dimilikinya. Jabatan kepala berbeda dengan jabatan ketua. Ia memiliki hak otoritas dan memegang fungsi instruktif dalam menjalankan organisasinya.
Sementara, demokrasi pendidikan dan pendidikan demokrasi harus berjalan beriringan. Namun kita patut optimis, PMA tentang Kepala Madrasah akan mampu menjawab semua persoalan di atas dalam mewujudkan kepala madrasah yang berkualitas.
Assesment Bukan Syarat
Asesmen madrasah bukan salah satu syarat untuk menjadi kepala madrasah negeri.
Persyaratan untuk menjadi kepala madrasah meliputi:
Persyaratan umum, yaitu kriteria umum yang harus dimiliki calon kepala madrasah
Persyaratan administrasi, yaitu kelengkapan dokumen sebagai bukti bahwa calon kepala madrasah telah memenuhi persyaratan umum
Selain itu, kompetensi yang harus dimiliki kepala madrasah meliputi: Kepribadian, Manajerial, Supervisi, Kewirausahaan, Sosial.
Asesmen madrasah adalah penilaian mutu madrasah yang dilakukan secara komprehensif untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa. Asesmen madrasah meliputi seluruh mata pelajaran yang diajarkan pada kelas akhir, baik kelompok mata pelajaran wajib maupun muatan lokal.
Namun, Kepala Bidang Pendidikan Madrasah (Penmad) Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Viola Cempaka yang akrab disapa Vika, tetap ngotot. Menurut dia, saat dikonfirmasi metromedia.id, assesment merupakan syarat atau tiket menjadi kepala Madrasah.
Satatemen Kabid Penmad itu terindikasi dengan Direktur Jenderal Pendidikan Islam yang telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 1111 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Kepala Madrasah.
Jika memang, assesment merupakan syarat mutlak dan sebuah tiket menjadi kepala madrasah, kenapa banyak calon kepala madrasah yang sudah mengikuti assesment bahkan sudah dua kali mengikuti assesment hingga bertahun- tahun tidak juga dilantik. Sehingga mengakibatkan banyak calon kepala madrasah yang terganggu psikologisnya dan tidak bersemangat. Ada permainan apa?
Bahan Evaluasi
Kepala Kanwil Kemenag DKI Jakarta yang baru Dr. Adib, M.Ag harus berani mengambil sikap terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Kepala Bidang Penmad dalam pemetaan calon kepala madrasah, dan memberikan kesempatan bagi calon kepala madrasah yang sudah mengikuti assesment untuk dilantik dan supaya ada regenerasi.
Kakanwil Kemenag DKI Jakarta sebelumnya, Cecep Khairul Anwar, saat dimintai tanggapannya soal kepala madrasah yang sudah lebih dari dua priode. Cecep berjanji akan mengevaluasi jabatan tersebut. Namun, hingga berakhir jabatannya sebagai Kakanwil Cecep hanya mengeksekusi jabatan Kepala KUA, sementara posisi kepala madrasah dilakukan hanya sebuah Tour of Duty, bahkan hingga pensiun. Padahal kinerjanya tidak dalam keadaan baik.
Mana kuat antara PMA dengan Kebijakan Kabid Penmad yang terbilang rawan dengan KKN?
Metromedia akan terus mengawal kebijakan yang digulirkan Kanwil Kemenag DKI Jakarta. Bravo!!!
Penulis: H. Gamal Hehaitu