
TANGSEL, METROMEDIA.ID –
SEKITAR pukul 11.00 siang. Matahari mulai beringas. Jalan Beringin berdebu. Di sana, seorang perempuan tua berjalan tertatih, sambil menenteng dua tabung gas kosong di tangannya. Langkahnya berat. Napasnya tersengal-sengal.
NENEK berusia 62 tahun itu merupakan warga kawasan jalan Beringin, Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten. Ia seorang penjual nasi uduk. Seorang yang hidupnya bergantung pada api kompor.
Untuk mendapatkan Gas 3 Kg, Nenek Yonih harus rela ikut mengantre. Antrean itu panjang, panas, dan membuat pegal sekujur badan.
Namun, tepat diujung antrean, nenek Yonih mendapat sebuah perintah: “KTP-nya mana?”
KTP? Nenek Yonih tak menjawab pertanyaan petugas lantaran ia membawanya. Lalu pulanglah dia ke rumahnya yang berjarak. 500 meter dari agen gas 3 kg dengan menenteng dua tabung di tangan. Langkah nenek tua itu makin berat.
Di rumah, ia mengambil KTP, seraya sempat juga sempat membayar sayuran. Kewajiban sebagai pedagang kecil. Lalu, ia kembali ke antrean. Lagi-lagi berjalan. Lagi-lagi membawa tabung gas kosong.
Ia akhirnya mendapatkannya. Sebuah tabung gas hijau. Gas melon, kata orang. Gas kemiskinan, kata yang lebih sinis.
Napasnya pendek. Dadanya sesak. Ia duduk sebentar di laundry dekat pangkalan gas untuk melepas lelah, lalu pulang ke rumahnya.
Di rumah, ia pingsan. Gas di tangan. Mulutnya sempat mengucap: “Allahuakbar, Allahuakbar…”
NeneknYonig sempat dilarikan ke rumah sakit, namun ajal lebih cepat. Yonih telah pergi. Mati dalam perjalanan. Mati setelah mendapatkan gas 3 kilogram. Gas terakhirnya.
Kata mereka, gas bersubsidi harus tepat sasaran. Kata mereka, regulasi diperlukan agar rakyat kecil tak dirugikan. Kata mereka, ini demi kesejahteraan bersama.
Tapi lihatlah, seorang nenek harus meregang nyawa demi sebotol api. Sebuah kematian yang begitu sederhana. Sebegitu murahkah nyawa seorang rakyat miskin?
Esok, warung nasi uduk itu tak lagi buka. Gorengan Pak RT tak lagi ada. Kopi pagi yang biasa menghangatkan obrolan di Jalan Beringin kini hanya meninggalkan dingin.
Meninggalkan duka. Meninggalkan tanya. Sebenarnya, siapa yang butuh disubsidi? Rakyat, atau kebijakan.
Reporter: Anwar Bendoz
Editor: Gamal Hehaitu