
SEMARANG, METROMEDIA.ID –
Terdapat 10 juta Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang tidak aktif di Indonesia. Dari angka tersebut, sebanyak 2 juta KTP masih menerima bantuan sosial (bansos) secara rutin.
Demikian diungkapkan Wakil Menteri Sosial (Wamensos) RI, Agus Jabo Priyono.
“Total penduduk Indonesia 285 juta sekian, itu masih 10 juta KTP yang tidak aktif yang masih perlu diverifikasi, tetapi dari 10 juta yang tidak aktif ini, 2 juta menerima bansos,” beber Agus saat memimpin rapat koordinasi di Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Jawa Tengah, Senin (24/2/2025).
VERIFIKASI LAPANGAN dan PEMBAHARUAN DATA
Menanggapi hal ini, Kementerian Sosial (Kemensos) RI tidak lama lagi akan memverifikasi lapangan untuk memperbarui 10 juta KTP tersebut dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Langkah ini diharapkan dapat memastikan penyaluran bansos tepat sasaran bagi penduduk miskin. Agus menduga bahwa sebagian pemilik KTP tidak aktif kemungkinan telah meninggal, berpindah tempat, atau menjadi pekerja migran di luar negeri.
“Kita akan cek ke lapangan. Ini ada dugaan mereka bisa PMI ya kan? KTP-nya masih aktif tapi domisilinya di luar negeri. Bisa sudah meninggal. Kemudian bisa pindah tempat, seperti itu. Ini lagi mau kami identifikasi. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini semua bisa ketahuan siapa mereka ini supaya datanya clear dan bantuan sosial tepat sasaran,” sergahnya.
Saat ini, angka kemiskinan nasional mencapai 8,57 persen atau setara dengan 24,06 juta penduduk.
Agus juga mencatat bahwa 52,45 persen penduduk miskin tinggal di Pulau Jawa, di mana 14,12 persen di antaranya merupakan penduduk Jawa Tengah, yang menempati urutan ketiga termiskin setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Sebanyak 12 kelompok pemerlu atensi (PAS) dipastikan akan menerima bantuan dari pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan, termasuk anak-anak rentan, penyandang disabilitas, lansia telantar, kelompok berpendapatan rendah, korban bencana, afirmasi khusus, warga binaan, korban kekerasan, korban NAPZA dan HIV/AIDS, kelompok bermasalah sosial, perempuan rentan, serta. fakir miskin.
Agus mengutarakan bahwa DTSEN merupakan penggabungan dari tiga basis sumber data, yaitu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan (P3KE). “Sebelumnya DTKS biasanya jadi acuan buat Dinsos, Regsosek data milik Badan Pusat Statistik (BPS), dan P3KE dipakai BKKBN. Nah dengan DTSEN semua kementerian dan pemerintah provinsi harus pakai data ini sebagai data tunggal,” tegas Agus seraya memaparkan, dalam penyaluran data, ditemukan inclusion errors yang menunjukkan sejumlah penduduk yang selama ini menerima bansos dinilai tidak layak berdasarkan hasil pemadanan dan perangkingan data, sehingga harus dikeluarkan dari data penduduk miskin. Di sisi lain, exclusion errors menunjukkan bahwa terdapat penduduk yang tidak mendapat bansos padahal dinilai layak, sehingga harus dimasukkan untuk mendapatkan intervensi pengentasan kemiskinan.
“DTSEN bertujuan untuk penyaluran sasaran bansos yang lebih tepat dan membangun database profil sosial ekonomi penduduk Indonesia,” tukasnya.
Bagaimana dengan Dinas Sosial Jakarta?
Reporter: Pamungkas
Editor: Gamal Hehaitu