Jakarta, Metromedia.id – Pemilihan Umum adalah pesta demokrasi yang datang setiap 5 Tahun sekali, kali ini 18 partai politik ikut menyemarakkan pesta rakyat tersebut.
Indonesia kaya akan kultur budaya, agama, suku dan bahasa. Melihat hal ini perlu sekali terciptanya kondisi pemilu damai agar NKRI tetap terjaga.
Kabid Humas Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Quin Pegagan menyampaikan perlu nya menciptakan pemilu damai agar Indonesia tetap terjaga keharmonisan antar setiap warga masyarakat dan juga pemerintah.
“Jelang tahun 2024 kami sebagai penyelenggara pemilihan umum telah berkoordinasi dengan berbagai elemen, mulai dari kejaksaan, kepolisian, TNI, lurah, camat, pelajar, mahasiswa dan juga tokoh masyarakat serta tokoh agama. Kami telah melakukan beberapa roadshow ke beberapa sekolah khususnya SLTA, kampus-kampus dan organisasi dari mulai organisasi kemahasiswaan sampai elemen masyarakat, memberikan edukasi politik kepada masyarakat, tentang perbedaan memilih, yang kami tanamkan adalah kecintaan kepada NKRI walaupun beda pilihan tapi tetap menjaga keharmonisan.” terang nya saat di sambangi di kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Kabid Humas Bawaslu Provinsi DKI Jakarta juga mengatakan bahwa Ia telah lalkukan edukasi politik kepada seluruh elemen masyarakat “Bawaslu provinsi juga telah menyampaikan kepada Bawaslu kota baik Jakarta Utara, selatan sampai kepulauan seribu, untuk terus memberikan edukasi ke masyarakat penting nya menggunakan hak suara . Kita berharap di Pemilu nanti ada 18 partai yang akan berkontestasi tetap menjaga keharmonisan, saat ini kami masih fokus terhadap Pelangaran alat peraga jelang kampanye. Selain menjaga keharmonisan perbedaan pandangan kami minta agar masyarakat tidak gampang terpengaruh oleh berita hoax , seperti ujaran kebencian terhadap partai satu dengan lainnya.”katanya .
Di sekretariat GMNI DKI Jakarta, Michael Silalahi juga tanggapi pemilu damai dari kacamata organisasi kemahasiswaan. Prinsip nya GMNI adalah organisasi kemahasiswaan, kita berlandaskan ideologi marhaenisme yang di cetuskan bung Karno jadi berkaitan dengan suku, etnis dan sebagainya itu sebenarnya sudah kita tanamkan dari proses kaderisasi di komisariat, jadi adapun perbedaan tadi sudah kita minimalisir oleh pemahaman ideologis, kemudian hal-hal yang sifatnya filosofis itu terus internalisasi kan dengan kader-kader sehingga ketika ada sedikit intrik ataupun perbedaan-perbedaan pandangan itu bisa di kelola dengan baik, sejauh ini perbedaan pandangan di organisasi pasti ada, tapi setidak nya bisa di kelola dengan bijak dan Arif.” terangnya saat di temui di seketariatan GMNI DKI, Jl Cikini Raya no 69, Jakarta Pusat (18/10).
Lebih lanjut ketua DKI GMNI juga ceritakan lebih luas lagi visi dan misi dari GMNI itu sendiri. “Kalau dari sisi GMNI sendiri kita mempunyai misi kebangsaan harus kita mampu mengakomodasi seluruh perbedaan pandangan setiap organisasi, merangkul organisasi yang berbeda-beda, misal organisasi yang berlandaskan keagamaan adapun kelompok tertentu, saya kira GMNI sudah terbiasa atau sering berkomunikasi dengan berbagai elemen dan organisasi lain sepanjang tidak menggangu internal itu satu hal, dan yang selalu kita dengungkan adalah persoalan-persoalan kebangsaan, terutama ideologi Pancasila.” lanjutnya.
Menanggapi soal cawe-cawe Persiden Jokowi beberapa waktu lalu GMNI beranggapan itu merupakan hal yang lumrah bagi seorang pemimpin Bangsa. “Soal cawe-cawe kalimat pak Jokowi saya merespon nya bapak Joko Widodo selaku presiden RI saya kira dalam kapasitas saya sebagai mahasiswa itu perlu di telusuri secara dalam, artinya cawe-cawe ini dalam pengertian apa, apakah dalam dimensi politik, untuk menguntungkan satu dua pihak atau pun dalam landscape yang lain semisal persoalan menyangkut pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan sebagainya, saya kira hal yang kedua itu di maknakan oleh pak presiden hal yang lumrah dan saya kira sebagai presiden itu penting, karena tidak hanya presiden tapi bangsa ini para stekholder juga akan berbuat yang sama tapi ketika ditafsirkan sebagai urusan politis perlu kita kritisi karena jangan sampai kalimat cawe-cawe ini hanya untuk menguntungkan segelintir pihak ataupun bahasa yang di dengar menguntungkan oligarki maksudnya mempertahankan kekayaan dengan instrumen negara.”pungkasnya.
Penulis : Aloy