
Jakarta, metromedia.id – Perolehan tanah dari pengembang pada umumnya diberikan untuk fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).
Fasum adalah fasilitas yang diadakan untuk kepentingan umum, misalnya jalan, angkutan umum, saluran air, jembatan, fly over, under pass, halte, alat penerangan umum, jaringan listrik, banjir kanal, trotoar, jalur busway, tempat pembuangan sampah, dan lain sebagainya.
Sedangkan fasos adalah fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dalam lingkungan pemukiman, misalnya puskemas, klinik, sekolah, tempat ibadah, pasar, tempat rekreasi, taman bermain, tempat olahraga, ruang serbaguna, makam, dan lain sebagainya.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 182 Tahun 2009 aset fasos dan fasum serta aset kerjasama meliputi:
a. tanah,
b. mesin dan peralatan,
c. gedung dan bangunan,
d. jalan, irigasi dan bangunan,
e. aset tetap lainnya, dan
f. konstruksi dalam penyerahan.
Perda tersebut mewajibkan sensus aset sesuai pedoman yang sudah ditetapkan.
Selain itu ditekankan bahwa apabila Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak melakukan pencatatan atau sensus aset daerah, maka dapat dikenakan sanksi-sanksi yang berlaku. Namun mengingat Perda tersebut tidak memberi kewenangan Pemprov DKI untuk melakukan penagihan fasum fasos yang menjadi kewajiban pengembang maka terkadang hal tersebut dimanfaatkan oleh oknum pengembang untuk memanfaatkan fasum fasos tersebut tanpa adanya ijin atau kerjasama dengan Pemprov DKI.
Ditengarai masih banyak aset-aset Pemprov DKI yang belum tercatat atau belum dilengkapi data-datanya dan bahkan terdapat aset yang sudah tercatat pun terkadang masih dikuasai pihak lain. Namun permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya adalah pencatatan yang dilakukan Pemprov tapi belum terintegrasi dengan data di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Alhasil situasi tersebut dapat disalahgunakan oleh oknum aparat untuk dipindah tangankan kepada pihak lain. Sehingga dapat terjadi tanah fasum atau fasos dari pengembang untuk Pemprov DKI kepemilikannya berobah menjadi milik pihak lain.
Modus Operandi
Modus yang sering terjadi adalah suatu aset Pemprov berupa fasum atau fasos yang belum diserahkan oleh pengembang atau sudah diserahkan namun belum tercatat di Pemprov DKI adalah beralihnya status hak atas tanah kepada pihak lain. Peralihan tersebut biasanya dimulai dari penawaran atau keinginan oleh pihak swasta yang mengetahui situasi atas Fasum/Fasos tertentu dan kemudian pihak swasta tersebut mengajak, membujuk atau menyuap oknum aparat kelurahan untuk membuat dokumen atau surat keterangan palsu.
Tanah Fasum/Fasos tersebut sengaja diduduki terlebih dahulu dan beberapa tahun kemudian pihak swasta yang menduduki mengajukan permohonan sertifikat kepada BPN dengan bukti kepemilikan girik atau leter c yang dipalsukan oleh oknum aparat kelurahan. Permohonan tersebut di BPN akan diteliti terlebih dahulu dengan melihat kelokasi tanah untuk mengecek penguasaan lahan oleh pemohon dan pengukuran luas tanahnya.
Berdasarkan girik atau leter C dan form permohonan yang juga diketahui dan ditandatangani oleh aparat kelurahan setempat pihak BPN akan menerbitkan sertifikat hak atas tanah kepada pemohon.
Modus lainnya adalah terjadinya perubahan posisi tanah berupa fasos/fasum dari penyerahan awal dengan kondisi terkini.
Hal ini dimungkinkan terjadi akibat tidak dilakukannya pencatatan aset pada saat penyerahan awal dari pihak pengembang oleh pihak pemprov DKI Jakarta, sehingga seiring dengan perjalanan waktu serta terjadinya kenaikan harga tanah pada beberapa posisi tertentu membuat pengembang atau pengelola melakukan perubahan letak tanah fasum fasos tersebut.
Beberapa Temuan di Jakbar
Sebagaimana telah dilansir Detiknews beberapa waktu silam, penggunaan/penguasaan fasum fasos milik Pemprov DKI Jakarta berupa lahan seluas 2.859 m2 di Komplek Perumahan Taman Ratu Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk Jakarta Barat.
Di atas lahan tersebut berdiri sebuah SMP dan TK yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Rasa Sayang Mandiri tanpa memiliki ijin pemanfaatan lahan dari Pemprov DKI Jakarta.
Namun setelah dilakukan proses penyelidikan Kejaksaan Negeri Jakbar memandang bahwa pemanfaatan tanah milik Pemprov DKI tanpa ijin oleh Yayasan Rasa Sayang Mandiri dapat diselesaikan tanpa proses hukum pidana sehingga pada akhirnya Kejaksaan Negeri Jakarta Barat menjembatani proses perjanjian sewa menyewa antara Pemprov DKI Jakarta dengan Yayasan Pendidikan Rasa Sayang Mandiri dengan Perjanjian Nomor: 4335/076.78 dan Nomor: 029/YRSM-DKI/X/2015 tanggal 26 Oktober 2015.
Terjadi juga penguasaan dan peralihan hak atas tanah milik milik Pemprov DKI Jakarta seluas +337 m2 di Jalan Menceng Raya No Kelurahan Tegal Alur, Kalideres Jakarta Barat oleh oknum Lurah dengan cara mengajukan permohonan hak atas tanah kepada BPN dengan dokumen palsu. Tanah tersebut merupakan tanah Pemprov DKI hasil pembebasan dengan ganti rugi kepada masyarakat melalui Perusahaan Daerah Pembanguan Sarana Jaya (BUMD).
Setelah Kejari Jakbar melakukan pemeriksaan diketahui bahwa oknum Lurah yang diduga memalsukan dokumen pendukung permohonan ke BPN telah meninggal dunia. Sehingga dalam upaya mengembalian kerugian Negara maka Kejari Jakarta Barat menelusuri kemungkinan pembatalan sertifikat hak milik tersebut kepada BPN Jakarta Barat tanpa harus melalui gugatan PTUN atau Perdata.
Adanya tanah yang terletak di Jalan Kembangan Abadi 1 Komplek Puri Kembangan Blok A2 RT 009/010 Kelurahan Kembangan Selatan Kecamatan, Kembangan Kodya Jakarta Barat seluas 913 m2 yang merupakan bagian dari fasos fasum dari pengembang.
Tanah tersebut telah digunakan oleh sebuah hotel sebagai sarana parkir tanpa persetujuan dari Pemprov DKI Jakarta dengan alasan lahan tersebut belum diserahkan ke Pemprov DKI Jakarta.
Pertimbangan pengembang memanfaatkan tanah tersebut agar tanah tersebut tidak ditempati oleh pedagang kaki lima.
Terkait masalah ini Kejaksaan Negeri Jakarta Barat telah menjembatani pihak terkait dan tanah tersebut akan segera diserahkan ke Pemprov DKI.
Fenomenal tersebut menjadi bukti bahwa pola penanganan aset masih menggunakan pendekatan administrasi aset dan bukan menggunakan pendekatan manajemen aset.
Dalam PP No 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No 17/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah sudah diatur secara rinci terkait pengelolaan aset daerah yang meliputi:
1) Perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
2) Pengadaan,
3) Penggunaan,
4) Pemanfaatan,
5) Pengamanan dan pemeliharaan,
6) Penilaian,
7) Penghapusan,
8) Pemindahtanganan,
9) Penatausahaan, dan
10) Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
Di Perumahan Cengkareng Indah RT07-08 RW014, fasos/ Fasum yang merupakan aset pemprov DKI Jakarta banyak yang beralih fungsi atau dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
metromedia.id seringkali menyoroti hal tersebut, namun satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Jakarta Barat yang sepatutnya mengamankan dan menjaga aset Pemprov DKI Jakarta, terkesan cuek.
Bagaimana sikap dan tindakan Uus Kuswanto, Walikota Jakbar? Kita tunggu reaksinya.
Penulis: Firdaus/ Aloy
Editor: H. Gamal Hehaitu