Jakarta, metromedia.id – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) berencana akan memperluas kawasan rendah emisi atau Low Emission Zone (LEZ) untuk menekan dampak polusi udara di Ibu Kota.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto menyebutkan, perluasan LEZ merupakan bagian dari strategi pengendalian pencemaran udara di Jakarta.
Upaya ini ditindaklajuti terkait Keputusan Gubernur (Kepgub) No. 576 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara.
“Dalam poin Kepgub itu mengatur kajian terkait kriteria kawasan rendah emisi, penyusunan peraturan terkait kriteria kawasan rendah emisi, dan penetapan lokasi Kawasan Bebas Kendaraan Bermotor (permanen)” ungkap Asep, Sabtu (20/1/2024).
Berdasarkan catatan metromedia.id, saat ini Jakarta mempunyai dua kawasan rendah emisi yang berlokasi di Kota Tua dan Tebet Eco Park sebagai percontohan.
Gagasan mengenai kawasan rendah emisi ini akan semakin diperdalam dengan mengedepankan prinsip inklusivitas dan manfaatnya bisa dirasakan secara optimal oleh warga. Untuk mewujudkan misi perluasan kawasan rendah emisi tersebut, DLH kerja bareng dengan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI yang konsen pada kebutuhan mobilitas warga sehari-hari, serta memperhitungkan faktor kenyamanan, kesehatan, dan keamanan pengguna.
Asep menegaskan, dalam proses kajian kawasan rendah emisi, DLH menggaet berbagai pihak, salah satunya adalah konsorsium Clean Air Catalyst (Catalyst), yang didukung oleh USAID, dan dilaksanakan oleh WRI Indonesia, Vital Strategies, dan ITDP Indonesia.
Konsorsium tingkat internasional ini bergerak untuk percepatan perbaikan kualitas udara di kota-kota dunia dalam penanggulangan dampak buruk polusi udara.
“Kami berharap, dengan perluasan kawasan rendah emisi, Kota Jakarta naik kelas menuju kota global dengan kualitas udara yang semakin membaik,” kata Asep.
Terpisah, Manajer Program Clean Air Catalyst Satya Utama mengapresiasi kesempatan yang diberikan untuk bekerja sama dengan DLH dan Dinas terkait.
Clean Air Catalyst berperan untuk mengoptimalkan desain dan pelaksanaan kawasan rendah emisi yang lebih inklusif, mengikutsertakan aspirasi, dan kebutuhan masyarakat. Sehingga dapat mewujudkan visi kawasan rendah emisi yang tidak hanya mengurangi dampak polusi udara, tetapi juga menyejahterakan warga.
“Dari kegiatan Lingkar Belajar yang diadakan tahun lalu oleh WRI Indonesia, kami mendapat masukan dari beberapa warga di sekitar Kawasan Rendah Emisi (KRE) di daerah Kota Tua,” tutur Satya, seraya menyatakan, pihaknya mempelajari bahwa pembangunan kawasan rendah emisi di satu sisi memiliki dampak yang dapat memengaruhi tingkat kepadatan kendaraan di dekat permukiman warga.
“Di mana jalan-jalan tersebut dijadikan sebagai jalan alternatif untuk menghindari KRE, yang alih-alih memberi manfaat, justru menimbulkan tantangan baru di sektor kesehatan dan keamanan.
Sementara, ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Prof. Puji Lestari yang juga Co-Principal Investigator Clean Air Catalyst, mempresentasikan hasil inventarisasi emisi sektor transportasi pada 2023.
Hasil penelitian menunjukkan, penyumbang terbesar emisi PM2.5 dan Black Carbon adalah Heavy-Duty Vehicle atau yang lebih dikenal dengan kendaraan berat, di antaranya truk dan kendaraan penumpang berbahan bakar diesel, dengan kontribusi masing-masing 28,6 persen untuk PM2.5 dan 38,9 persen untuk Black Carbon.
Sedangkan, penyumbang tertinggi untuk Gas Rumah Kaca (GRK), Karbon Monoksida (CO), dan Volatile Organic Compounds (VOC) adalah kendaraan berbahan bakar bensin, sepeda motor, dan mobil penumpang.
“Maka dari itu, perlu adanya intervensi kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan emisi tersebut, salah satunya penerapan LEZ (Kawasan Rendah Emisi),” tegas Prof.
Dijelaskan, pengertian dasar LEZ adalah kawasan yang dibatasi aksesnya bagi kendaraan bermotor yang memiliki emisi tinggi.
Kebijakan ini telah diterapkan di sejumlah kota dunia, termasuk di Singapura, London, dan Mexico City.
“LEZ efektif dalam mengurangi polusi udara di perkotaan. Di Singapura, misalnya, penerapan LEZ telah menurunkan emisi PM2.5 hingga 30 persen,” pungkasnya.
Reporter: Aloy/ Firdaus
Editor: H. Gamal Hehaitu