
Jakarta, metromedia.id – Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta berjanji akan menyantroni perusahaan yang berpotensi tak mampu pembayaran tunjangan hari raya (THR) karyawan.
Kepala Disnakertransgi DKI Jakarta Hari Nugroho menyebutkan, pihaknya sedang memetakan kemampuan perusahaan untuk membayar THR Lebaran kepada karyawannya.
Setiap perusahaan akan dimasukan ke dalam kategori merah, kuning, dan hijau berdasarkan kemampuannya dalam memenuhi hak karyawan.
“Jika merah perusahaan itu akan kami datangi dulu. Nah kalau hijau nanti saja, karena tidak ada masalah yang krusial,” ungkap Hari kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa lalu.
Selama ini, beber Hari, Disnaker belum menentukan skala prioritas perusahaan yang perlu diawasi dan didatangi, khususnya dalam hal pemenuhan THR untuk karyawan.
“Selama ini kami tidak punya itu dan random ya kami datangi. Selama ini kan kami dari 220 perusahaan paling berapa persen yang kami datangi,” jelasnya.
Pemetaan kemampuan perusahaan dilakukan dengan melakukan asesmen melalui aplikasi yang dimiliki Disnakertransgi. Di dalam aplikasi tersebut, setidaknya sekitar 200 form pertanyaan yang harus diisi oleh pihak perusahaan.
“Aplikasi itu memberikan layanan self assessment atau secara mandiri. Perusahaan nanti akan isi sendiri, bahwasannya sudah mempunyai peraturan perusahaan, dan sudah membayar BPJS, THR dan sebagainya, ini semua ada sekitar 200 pertanyaan,” tandas Hari, seraya menyatakan, jajaran Disnakertransgi akan mengklasifikasikan setiap perusahaan, dan menentukan prioritas pengawasan soal pemenuhan THR para karyawan.

“Prioritas mana yang harus kita datangi yang jelas yang merah. Merah tuh misalnya kesatu, mungkin tidak ada peraturan perusahaan. Kedua, tidak ada BPJS. Ketiga, upah belum standar UMR. Keempat THR tidak pernah dilakukan. Nah ini yang harus kita datangi,” pungkas Hari.
Denda 5 Persen
Sementara Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan, perusahaan yang telat atau tidak memberi Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan kepada karyawannya bisa terkena denda. Denda tersebut sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja atau Permenaker Nomor 6 tahun 2016.
“Denda 5 persen dari total THR yang harus dibayar, sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar,” tutur Ida dalam rapat kerja (raker) Komisi IX DPR membahas THR, Selasa (26/3/2024) lalu.
Hal demikian disampaikan Ida untuk menjawab pertanyaan anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golkar Yahya Zaini yang sebelumnya bertanya apa saja sanksi yang diberikan terhadap perusahaan yang tidak membayar THR pada karyawannya.
Ida memastikan, denda yang dibayarkan dari perusahaan itu bakal kembali kepada karyawan, yakni demi kesejahteraan.
Selain denda, tegas Ida, perusahaan yang tidak membayar THR juga bisa dikenakan sanksi administratif. Dikatakan, THR diberikan kepada pekerja atau buruh yang sudah bekerja selama satu bulan secara terus menerus atau lebih.
“Tentang pembayaran THR ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021, kemudian Permenaker Nomor 6 tahun 2016. Jadi kalau di PP 36 2021 sudah disebutkan, THR keagamaan merupakan pendapatan non upah. Kemudian di Permenaker Nomor 6 tahun 2016 disebutkan siapa yang berhak menerima THR, di situ disebutkan bahwa pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih,” tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Golkar, Yahya Zaini meminta Ida menjelaskan tentang sanksi yang diterima oleh perusahaan apabila tidak membayar THR kepada karyawannya.
Pertanyaan itu disampaikan saat sesi tanya jawab antara anggota Komisi IX dan Menaker dalam rapat kerja membahas THR Lebaran, hari ini. “Di sini karena ini merupakan kewajiban, tentu menurut Permenaker Nomor 6 tahun 2016, juga ada sanksi. Sanksinya di sini tidak disampaikan oleh Ibu Menteri, kira-kira sanksinya apa saja? Apakah sampai dicabut hak miliknya? Misal untuk operasi, atau seperti apa? Atau hanya ada sanksi administratif belaka misalnya,” tanya Yahya. “Nah kami ingin dapatkan informasi mengenai sanksi tersebut, sebab dengan adanya sanksi tentu akan ada kepatuhan. Kalau sifatnya wajib tidak ada sanksi, maka tentu tidak ada kepatuhan,” tutup dia.
Reporter: Firdaus/ Aloy
Editor: H. Gamal Hehaitu