
Jakarta, metromedia.id – Viral di media online dan di media sosial seputar pemberian santunan terhadap korban kecelakaan lalulintas di TOL Km 58 (Tol Japek) yang menelan belasan korban jiwa. Hal tersebut menyisakan polemik.
Kurnia Lesani Adnan, Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organda mengkritisi apa yang dilakukan Jasa Raharja.
Padahal kejadian kecelakaan tersebut bisa jadi edukasi untuk masyarakat agar bijak memilih angkutan umum yang resmi.
“Ini akan mendidik yang tertib jadi tidak tertib, tidak membayar iuran lagi. Jadi Jasa Raharja sudah waktunya direvisi, mereka hadir kepada yang pantas disantuni,” sebut pria yang akrab disapa Sani.
Sani menyatakan, UU No.34 Tahun 1964 perlu direvisi. Kalau dibiarkan terus angkutan tidak resmi tetap dapat santunan, maka aksi travel gelap akan terus terjadi dan masyarakat tidak bisa membedakan.
“Ini salah satu cara agar ada pembeda (yang resmi dan gelap). Biar masyarakat bisa merasakan kalau dia menggunakan yang resmi dan tidak,” kata Sani. Jadi permintaan Organda adalah Jasa Raharja harus tegas, memberi santunan kepada yang pantas. Kalau misal tertahan dengan UU No.34, maka sebaiknya direvisi agar relevan dengan kondisi saat ini.
Sementara, pakar transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno menegaskan, pihak Kepolisian harus mengusut tuntas kasus kecelakaan yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek KM 58 jalur contraflow, Karawang, Jawa Barat pada Senin (8/4/2024).
Termasuk menelusuri pemilik travel gelap sekaligus mobil Daihatsu GrandMax yang terlibat dalam tragedi tersebut.
Langkah tersebut dilakukan guna menuntut pertanggungjawaban kepada keluarga korban.
Djoko mengatakan, keluarga korban semestinya tak mendapat santunan dari Jasa Raharja, melainkan dari travel itu sendiri.
“Mestinya enggak dapat santunan itu, biarin yang punya travel suruh bayar,” katanya.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu juga meminta pihak travel diusut.
“Diusut itu yang punya travel, pemilik travel, pemilik kendaraannya juga mesti diusut, suruh tanggung jawab,” ucap Djoko, seraya menuturkan, kecelakaan itu merupakan korban pertama contraflow dalam sejarah peristiwa kecelakaan yang terjadi.
“(Kecelakaan di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek) Itu korban pertama contraflow,” ujar dia.
Terpisah, Jasa Raharja menanggapi kritik Organisasi Angkutan Darat (Organda) terkait pemberian santunan kepada korban kecelakaan maut di KM 58 Tol Cikampek.
Jasa Raharja mengklaim pemberian santunan itu sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Direktur Utama Jasa Raharja Rivan Purwanto mengungkapkan, pihaknya mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 yang mengatur tentang dana pertanggungan wajib kecelakaan lalu lintas. Para korban adalah individu yang membayar pajak, sehingga otomatis masuk kriteria sesuai undang-undang tersebut.
“Sebuah kecelakaan yang melibatkan lebih dari dua kendaraan, maka ini masuk dalam faktual hukumnya adalah memenuhi Undang-Undang Nomor 34,” tukas Rivan didampingi Direktur Operasional Dewi Aryanti Suzana.

Menyikapi kritikan Organda dan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) terhadap Jasa Raharja yang menggelontorkan santunan terhadap korban kecelakaan maut di TOL Japek, Km 58, Ketua Umum Aliansi Wartawan Pemantau Polisi dan Jaksa (AWP2J) H. Gamal Hehaitu, MA ikut berkomentar.
Menurutnya, kritikan itu tidak tepat sasaran. “Sikap Jasa Raharja, sudah sesuai dengan Tupoksinya menunaikan amanat UU No. 34 Tahun 1964. Soal kendaraan yang ditumpangi itu gelap atau terang, ilegal atau legal itu bukan urusan Jasa Raharja,” pungkasnya.
Reporter: Aloy/ Firdaus
Editor: H. Gamal Hehaitu