Jakarta, metromedia.id – Menjelang berakhirnya tahun ajaran 2023/2024, sekolah kembali diingatkan agar tidak menarik pungutan uang perpisahan. Pasalnya, kegiatan perpisahan siswa bukan bagian dari rangkaian kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sehingga sekolah dan komite sekolah tidak boleh memfasilitasi menarik pungutan uang kepada peserta didik maupun orang tua/wali.
Anehnya masih aja pihak sekolah negeri dan madrasah negeri yang masih bandel untuk menggelar acara perpisahan dan wisuda siswa.
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI menerangkan pihaknya telah menerima adanya keluhan pungutan uang perpisahan dari masyarakat di sejumlah sekolah.
“Kami memahami sekolah dan orang tua/wali yang ingin merayakan kelulusan siswa. Namun, apabila kegiatan perpisahan atau wisuda dilakukan dengan cara sekolah dan komite memungut uang, pungutan uang itu termasuk tindakan maladministrasi dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Dijelaskan, jika merujuk pada aturan yang ada, maka tidak ada alasan untuk pihak sekolah mengakomodir keinginan dari sejumlah orang tua/wali siswa untuk melaksanakan acara perpisahan. Jika memang ingin dilakukan, maka perpisahan bisa difasilitasi oleh orang tua/wali sendiri, tanpa difasilitasi oleh pihak sekolah, apalagi untuk berinisiatif secara aktif menarik pungutan.
“Sudah ada imbauan dari Dinas Pendidikan agar sekolah tidak menarik uang perpisahan, ya silahkan dipatuhi”.
Ombudsman sendiri mengingatkan kepada sekolah dan komite sekolah untuk tidak melakukan pungutan perpisahan atau wisuda, terhadap uang perpisahan atau wisuda yang sudah dipungut untuk segera dikembalikan.
Dasar acuan satuan pendidikan tingkat dasar (SD dan SMP) untuk tidak melakukan pungutan adalah Permendikbud RI No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan.
Dalam Pasal 9 ayat (1) Permendikbud no 44 tahun 2012 tersebut menyebutkan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.
Kemudian pada Pasal 181 huruf d PP No. 17 Tahun 2010 menyebutkan, pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk tingkat menengah atas pungutan SMA/SMK hanya dalam bentuk Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP).
Kemudian, Permendikbud RI No. 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah mengatur, Komite Sekolah hanya dapat menggalang dana berupa sumbangan dan bantuan dan itu sama sekali tidak berkaitan dengan perpisahan atau wisuda
“Dengan demikian menurut ketentuan, tidak ada dasar hukum bagi sekolah atau komite sekolah menyelenggarakan perpisahan atau wisuda siswa dengan cara memungut uang dari siswa atau orang tua/wali”.
Sementara Plt. Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Muchamad Sidik Sisdiyanto menegaskan bahwa Komite Madrasah dapat menerima sumbangan sesuai dengan kesepakatan peserta didik dan kepala madrasah. Bagi madrasah swasta, kesepakatan itu juga melibatkan pihak yayasan.
Ketentuan ini, kata Sidik, diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 16 tahun 2020 tentang Komite Madrasah. Penegasan ini disampaikan oleh Sidik menyusul adanya pertanyaan dari masyarakat terkait adanya permintaan sumbangan untuk peningkatan mutu pendidikan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang dilakukan oleh Komite Madrasah.
Komite Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat yang peduli pendidikan, dan pakar pendidikan. Komite Madrasah bertugas mendukung peningkatan mutu pelayanan pendidikan madrasah.
Ada lima fungsi Komite Madrasah. Pertama, memberikan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan dan program madrasah, penyusunan rencana kerja dan anggaran madrasah, penetapan, kriteria kinerja madrasah, dan pengembangan sarana prasarana pendidikan di madrasah.
Kedua, pemberian dukungan finansial, pemikiran, dan/atau tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di madrasah. Ketiga, pengembangan kerja sama madrasah. Keempat, pengawasan terhadap penyelenggaran dan pengelolaan pendidikan. Dan kelima, penerimaan dan tindak lanjut keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari pserta didik, orang tua/wali, dan masyarakat.
Dalam menyelenggarakan fungsinya, Komite Madrasah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan. Bantuan dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha, badan usaha, dan/atau lembaga non pemerintah. Ini diatur dalam Pasal 10 dan 11 PMA 16 tahun 2020,” terang Sidik di Jakarta, Senin.
“Dalam Pasal 11 ayat (3) PMA 16/2020 diatur juga bahwa Komite Madrasah dapat menerima sumbangan rutin yang besarannya disepakati oleh orang tua/wali peserta didik, kepala madrasah, dan/atau yayasan bagi madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat,” sambungnya.
Menurut Mohammad Sidik Sisdiyanto, peningkatan mutu pendidikan madrasah memerlukan peran serta semua pihak, mulai dari pemerintah, pemerintah daerah, hingga masyarakat.
“Sebagai upaya menjaga akuntabilitas publik, pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan madrasah itu diawasi oleh pihak terkait, antara lain Itjen Kemenag, BPKP, BPK, KPK dan aparat penegak hukum lainnya,” sebutnya.
Meski demikian, Sidik menegaskan bahwa madrasah negeri dilarang melakukan pungutan sumbangan kepada siswa dan wali siswa. Sebab, seluruh Madrasah Negeri, baik Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) telah diberikan anggaran rutin dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) madrasah. Anggaran tersebut sudah ada pada DIPA masing masing madrasah.
Seluruh madrasah negeri tidak boleh melakukan pungutan kepada siswa dan orang tua atau wali siswa ,” pungkasnya.
Metromedia akan terus memantau kegiatan yang dilarang tersebut ke Sekolah Negeri dan Madrasah Negeri.
Penulis: H. Gamal Hehaitu