
Jakarta, metromedia.id – Berdasarkan hasil reviue Inpektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Agama (Kemenag) atas tunggakan Pendapatan Negara Bukan Pajak atas biaya Nikah dan Rujuk (PNBP NR) jasa profesi dan transport petugas layanan nikah dan rujuk, Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam melakukan pencabutan ketentuan layanan nikah atau rujuk di Kantor Urusan Agama (KUA) pada hari libur dan di luar jam kerja.
Dalam surat dimaksud termaktub Nomor B-389/DJ.III/HK.00/11/2022 yang ditandatangi oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag pada 21 November 2022.
Dalam surat dijelaskan, merujuk PMK Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanna Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap, serta PMK Nomor 60/PMK.02/2021 tentang Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022, maka Dirjen Bimas Islam menyatakan mencabut Bab IV Huruf A.1.c Lampiran Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.III/600 Tahun 2016, dan dinyatakan tidak berlaku.
Layanan nikah di KUA hanya diselenggarakan pada saat jam kerja sesuai dengan Keputusan Presien Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah.
Dengan demikian, bagi calon pengantin yang berkenan melangsungkan pernikahan di KUA, hanya bisa dilaksanakan di jam kerja. Jika mereka menghendaki pelaksanaan di hari libur dan di luar jam kerja, maka pelaksanaan nikah tidak bisa dilakukan di KUA.
Diimbau kepada Kepala KUA beserta jajarannya untuk segera menindaklanjuti dan melaksanakan surat tersebut.
Siapkan Balai Nikah buat Warga
Dengan adanya regulasi pelarangan tersebut, warga Jakarta mempertanyakan keberadaan gedung balai nikah yang dibangun pemprov DKI Jakarta yang kini dimanfaatkan oleh kementerian Agama (Kemenag) menjadi Kantor Urusan Agama (KUA).
“Pastinya gedung balai nikah yang dibangun oleh Pemprov DKI untuk mensejahterakan warganya yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak,” sebut Ali, warga Kayutinggi, Cakung Jakarta Timur.
Menurut dia, regulasi yang digelontorkan Kemenag tidak peduli dengan kondisi rakyat kecil.
“Peristiwa pernikahan itu adalah sesuatu yang sakral, dan tidak mengenal waktu. Kenapa Kemenag melarang kita melakukan akad nikah pada Sabtu dan Minggu di KUA yang sedianya gedung balai nikah itu disiapkan oleh pemda DKI buat dimanfaatkan oleh warganya,” tegas Sofian warga Ujung Menteng, Cakung, seraya menyatakan, bagi orang kaya hal itu menjadi halangan, mereka bisa sewa gedung.
“Nah kl seperti kita yang orang melarat, yang mas kawin aja cuma seperangkat alat sholat. Bagai mana bisa sewa gedung. Paling bisa memanfaatkan gedung KUA,” tukasnya dengan nada tinggi.
Selama yang masyarakat muslim tau, tutur Sofyan, peristiwa pernikahan itu tak hanya pada jam kerja, Sabtu dan Minggu atau hari libur lainnya pun dilaksanakan.
“Sudah menjadi tradisi dan kearifan lokal. Saya minta pimpinan Kemenag jangan Asbun, dan segera mengkaji ulang regulasi yang merugikan rakyat kecil,” pungkasnya.
Penulis: H. Gamal Hehaitu